periskop.id - Laras Faizati Khairunnisa, mantan pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), mengaku mengalami serangkaian ancaman dan doxing di media sosial sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian.
Pernyataan ini disampaikan kuasa hukumnya, Uli Pangaribuan, saat membacakan eksepsi terdakwa di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (12/11).
Menurut Uli, peristiwa ancaman pertama terjadi pada 29 Agustus 2025, ketika akun Instagram dengan username @name_irman41 mengirimkan pesan langsung (direct message) kepada Laras yang berisi ancaman serius. Pesan tersebut mencakup peringatan bahwa Laras tidak akan mendapatkan pekerjaan resmi dan informasi mengenai surat resmi yang diklaim akan diterima pada Senin mendatang.
“gua punya kuasa buat block SKCK lo. see you in the hell bitch, you will never get official work, you will regret this. while monday official letter will be dropped by this month lo tunggu senin. lo di AIPA kan? you are done bitch,” Uli membacakan isi pesan itu di persidangan.
Situasi semakin memanas pada 1 September 2025 ketika lebih dari lima akun Instagram yang diduga buzzer melakukan doxing terhadap identitas Laras. Informasi pribadi Laras, termasuk nomor telepon, alamat rumah, NIK, nomor paspor, dan nama orang tua, disebarkan secara luas di akun-akun yang tidak dikenal olehnya.
“Laras menerima banyak panggilan dan pesan WhatsApp berisi teror dan ancaman dengan kata-kata kasar. Bahkan, beberapa wartawan datang ke kediaman Laras karena alamat rumahnya tersebar di media sosial,” kata Uli.
Keesokan harinya, 2 September 2025, lebih dari empat anggota polisi yang mengaku berasal dari Mabes Polri mendatangi kediaman Laras untuk melakukan klarifikasi terkait unggahan instastory miliknya. Laras kemudian dibawa ke Mabes Polri untuk dimintai keterangan sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian.
Tim kuasa hukum menekankan bahwa serangkaian ancaman dan doxing tersebut menimbulkan tekanan psikologis yang berat serta risiko keamanan pribadi bagi Laras. Uli juga menegaskan bahwa unggahan Laras merupakan bentuk ekspresi pribadi.
“Dalam klarifikasi dan investigasi, terdakwa tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa yang terjadi pada Agustus maupun September 2025. Ia juga tidak terafiliasi atau terlibat dalam kelompok maupun organisasi tertentu yang terstruktur, terorganisir, atau tersistematis. Unggahan yang dilakukan terdakwa murni bentuk ekspresi pribadi tanpa niat untuk menimbulkan keresahan atau menghasut,” ujar Uli.
Sementara itu, kuasa hukum Laras, Said Niam, menambahkan bahwa eksepsi diajukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
“Eksepsi ini diajukan berdasarkan Pasal 143 ayat 2 huruf b dan ayat 3 huruf a, serta Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1981,” kata Said Niam.
Sidang eksepsi ini menjadi langkah awal untuk menilai keabsahan dakwaan jaksa. Hakim memberi waktu kepada jaksa untuk mempersiapkan tanggapan atas eksepsi terdakwa pada sidang yang akan dilangsungkan pada senin (17/11).
Tinggalkan Komentar
Komentar