periskop.id - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Lukman Ahmad menolak permohonan praperadilan yang diajukan Rudy Tanoe dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang praperadilan yang digelar pada Senin (15/12).

“Hal pokok yang menjadi pertentangan antara Pemohon dan Termohon adalah penerapan Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Hakim Lukman Ahmad saat membacakan pertimbangan putusan.

Hakim menilai, persoalan utama yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu adalah penafsiran Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Menurut Rudy selaku Pemohon, dugaan perbuatan yang disangkakan kepadanya tidak dapat ditangani oleh KPK. Namun, KPK sebagai Termohon berpendapat sebaliknya dan menyatakan memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara tersebut.

Dalam pertimbangannya, Hakim menguraikan empat poin penting terkait cakupan Pasal 14 UU Tipikor. Pertama, setiap orang yang melanggar ketentuan tindak pidana korupsi tunduk pada ketentuan dalam UU Tipikor. Kedua, perbuatan yang diatur dalam undang-undang lain namun secara tegas disebut sebagai tindak pidana korupsi tetap diproses berdasarkan UU Tipikor dan menjadi kewenangan KPK.

“Ketiga, meskipun dalam undang-undang lain tidak disebutkan secara tegas sebagai korupsi, namun apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi, maka tetap berlaku ketentuan UU Tipikor dan KPK berwenang menanganinya,” kata hakim.

Keempat, hakim menegaskan bahwa kewenangan KPK dalam menangani perkara pidana korupsi terbatas pada perbuatan yang termasuk tindak pidana korupsi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim menyatakan Rudy diduga melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana pasal yang disangkakan dalam UU Tipikor. Meski dalam narasi awal perkara juga dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, hal itu tidak menghilangkan kewenangan KPK.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 14, Termohon berwenang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pemohon,” ujar Hakim Lukman Ahmad.

Terkait keberatan Rudy mengenai posisinya sebagai komisaris dan pertanggungjawaban pidana atas dugaan perbuatan tersebut, hakim menilai hal itu telah masuk ke dalam pokok perkara. Oleh karena itu, aspek tersebut tidak dapat diperiksa melalui mekanisme praperadilan.

“Menimbang apakah Pemohon sebagai komisaris ikut terlibat dan harus bertanggung jawab, hal tersebut telah memasuki materi pokok perkara dan tidak tunduk pada pemeriksaan praperadilan,” tegas hakim.

Sementara itu, mengenai dalil kerugian keuangan negara, hakim menyatakan berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2024. Aturan tersebut menetapkan pihak-pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan dan audit awal keuangan negara, termasuk lembaga yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara.