periskop.id - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, mendesak pemerintah melalui sejumlah kementerian untuk segera mengambil langkah tegas dalam melindungi industri baja nasional dari gempuran produk impor.
Rieke meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk menerapkan larangan terbatas serta menetapkan kuota impor terhadap produk baja dengan HS Code 9406.20. Ia juga menekankan agar Kementerian Perindustrian tidak memberikan label Standar Nasional Indonesia (SNI) kepada produk yang dihasilkan oleh pabrik yang menggunakan konstruksi baja impor.
“Mendesak kepada Kementerian Perindustrian agar tidak memberikan label SNI untuk produk yang dihasilkan atau diproduksi oleh pabrik yang menggunakan konstruksi baja impor,” kata Rieke dalam RDP Komisi VI, Senin (10/11).
Selain itu, ia mendorong Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk segera menyusun regulasi yang mewajibkan penggunaan konstruksi baja produksi dalam negeri pada setiap investasi asing baru di Indonesia.
Rieke juga meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperketat pengawasan terhadap impor konstruksi baja. Tak hanya itu, ia mendesak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar tidak memberikan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi proyek yang menggunakan baja impor, mengingat bahan baku tersebut belum memiliki SNI dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
“Mendesak Bea Cukai untuk melakukan pengetatan terhadap impor konstruksi baja dengan HS Code 9406XXX dan 7308XXX. Mendesak kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk tidak memberikan izin PBG atau IMB kepada konstruksi bangunan yang dibangun menggunakan baja impor karena raw material tersebut tidak memiliki SNI dan TKDN,” paparnya.
Lebih lanjut, Rieke menuntut Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan untuk membuat regulasi yang tegas guna melindungi konstruksi baja dalam negeri.
Ia mencontohkan praktik penggunaan master list oleh sejumlah importir yang dinilai menjadi celah masuknya konstruksi baja impor ke pasar nasional. Menurutnya, masalah baja ini melibatkan sekitar 9 juta orang dari hulu hingga hilir. Karena itu, kebijakan perlindungan terhadap industri baja dalam negeri bukan sekadar penundaan, tetapi menyangkut keberlangsungan hidup jutaan pekerja.
“Ada kurang lebih 9 juta orang dari hulu sampai hilir dalam masalah baja ini. Dan kita berada di ruangan ini dan setuju penundaan (rapat). Tapi saya ingatkan, ini 9 juta orang yang berada di dalam pekerjaan terkait baja,” tutup Rieke.
Tinggalkan Komentar
Komentar