periskop.id - Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, menyoroti premanisme sebagai salah satu persoalan besar yang menghambat iklim investasi di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa fenomena ini masih terjadi di berbagai daerah dan memberi dampak langsung pada kenyamanan pelaku usaha.

Todotua menjelaskan bahwa praktik premanisme tersebut melibatkan organisasi masyarakat (ormas) yang kerap melakukan tekanan terhadap investor. Ia menambahkan bahwa bentuk-bentuk premanisme juga ditemukan di lingkungan institusi pemerintahan, sehingga memperburuk kondisi iklim investasi secara keseluruhan.

"Di negara kita ini juga ada satu isu yang cukup signifikan yang memberikan kontribusi yang sangat besar dalam dunia investasi adalah kegiatan premanisme, premanisme ormas, lah. Bahkan saya bilang, premanisme di kalangan institusi pemerintahan juga ada," kata Todotua dalam acara Antara Business Forum, Jakarta, Rabu (19/11).

Ia menyebut, menurut lembaga survei dan riset, premanisme ini bisa menambah biaya investasi hingga 15–40%, karena pelaku usaha dipaksa mengeluarkan biaya-biaya ekstra di luar ketentuan resmi. Akibatnya, biaya produksi juga naik dan iklim investasi menjadi tidak sehat.

Salah satu premanisme yang terjadi yakni di Cilegon yang menahan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Cilegon terkait kasus pemalakan terhadap PT Chandra Asri. Ia menambahkan, sejak penindakan itu, angka gangguan semacam ini disebut turun drastis.

"Karena ini impact-nya cukup besar. Negara harus ada di sini, memberikan kepastian. Kita setuju bahwa investasi itu harus berkontribusi terhadap para pelaku usaha lokal kita," tegas dia.

Lebih lanjut, ia menekankan investasi penting bukan hanya untuk mendukung pelaku usaha lokal, tetapi juga untuk menciptakan siklus ekonomi baru dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

"Investasi itu juga adalah salah satu strategik untuk kita bisa mendapatkan, apa namanya, pembukaan lapangan kerja baru," tutupnya.