periskop.id - Peran keluarga sangat vital dalam mendeteksi gangguan kesehatan mental pada remaja. Kepekaan orang tua terhadap perubahan perilaku anak adalah langkah awal yang paling penting. Hal ini disampaikan oleh dr. Braghmandita Widya Indraswari, M.Sc, Sp.A, Subsp.T.K.P.(K), seorang Dokter Spesialis Anak dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dalam sebuah webinar.

Dilansir dari Antara, Selasa (19/8), dr. Braghmandita menjelaskan dalam webinar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bertajuk "Kesehatan Mental pada Remaja" bahwa orang tua perlu memahami perubahan perilaku anak remaja mereka.

"Kunci dari deteksi adalah kewaspadaan, 'oh dia (remaja) berubah, loh, dia tidak seperti biasanya'. Atau kalau keluarga merasa ada hal yang aneh, itu sudah kunci awal untuk dilakukan deteksi," ujar dr. Braghmandita, yang juga merupakan Anggota Satuan Tugas (Satgas) Remaja IDAI.

Ia menambahkan, salah satu indikasi gangguan mental pada remaja adalah perubahan drastis pada sifat, seperti yang tadinya ceria menjadi pemurung. Selain itu, remaja yang biasanya aktif bersosialisasi bisa tiba-tiba menarik diri dari pergaulan.

Jika orang tua menemukan perubahan perilaku signifikan, sangat penting untuk tidak langsung menganggapnya sebagai kenakalan remaja semata. Menormalisasi kondisi tersebut justru bisa memperburuk masalah kesehatan mental yang dialami anak.

"Masalah-masalah remaja itu kadang hal yang sepele untuk orang dewasa. Tapi, buat mereka itu menjadi suatu masalah yang sangat besar, bahkan sampai ada yang berpikir untuk melakukan bunuh diri. Jadi, kadang kita tidak boleh menganggap sepele," kata dr. Braghmandita.

Menurutnya, jika ciri-ciri tersebut atau gejala serupa muncul secara terus-menerus, orang tua atau lingkungan terdekat remaja tidak boleh ragu untuk mencari bantuan profesional dari dokter anak atau psikolog.

Para ahli ini akan melakukan serangkaian tes atau skrining untuk memastikan masalah kesehatan mental yang dialami remaja. Hal ini bertujuan untuk menentukan penanganan yang paling tepat, baik berupa pendampingan maupun intervensi medis.

"Jadi untuk orang tua, guru di sekolah kalau menemukan hal seperti ini jangan diselesaikan sendiri. Boleh, kok, minta tolong kepada yang lain gitu ya. Teman-teman dokter anak terbuka untuk mendengarkan, maupun profesional lainnya bisa membantu seperti psikolog," pungkas dr. Braghmandita.