periskop.id - Setiap tahun, penetapan upah minimum selalu menjadi sorotan di Indonesia. Kenaikan gaji pekerja menjadi topik hangat, terutama ketika tuntutan buruh bertemu dengan kemampuan dan kondisi ekonomi daerah masing-masing. Diskusi soal formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) pun kembali muncul menjelang 2026.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, buka suara terkait tuntutan buruh yang meminta kenaikan UMP sebesar 8,5% hingga 10% pada tahun 2026. Menurutnya, penetapan UMP tidak bisa disamaratakan, dan harus dipertimbangkan sesuai kemampuan serta kondisi ekonomi di masing-masing daerah.

"Saya sudah bilang, itu nggak bisa disamaratakan karena setiap daerah berbeda-beda komponennya, tergantung pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan KHL-nya," kata Shinta kepada media saat ditemui di Jakarta, ditulis Kamis (6/11).

Ia menambahkan bahwa kenaikan UMP tahun sebelumnya sebesar 6,5% muncul tanpa formula yang jelas. Kondisi ini dinilai cukup memberatkan bagi para pengusaha, karena mereka harus menyesuaikan biaya operasional tanpa dasar perhitungan yang pasti.

"Kalau 6,5% kemarin tentunya itu kan tanpa formula. Itu hanya menyebutkan angka. Dampaknya tentu agak mengejutkan banyak pihak," jelas Shinta.

Menurutnya, formula penetapan UMP seharusnya mempertimbangkan kondisi ekonomi tiap daerah. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang berbeda akan menghasilkan kenaikan yang berbeda pula.

"Sebenarnya formula itu dibuat karena tidak bisa sama semua rata. Ada daerah yang pertumbuhan ekonominya bagus, kenaikannya mungkin lebih tinggi," paparnya.

Shinta menekankan bahwa kenaikan UMP bisa berdampak besar, terutama bagi industri padat karya seperti tekstil dan garmen, yang mengandalkan banyak tenaga kerja.

Jika upah minimum naik terlalu tinggi, biaya produksi akan meningkat, dan banyak pabrik berisiko tidak sanggup menanggung beban tersebut. Akhirnya, banyak pabrik yang berujung pada penutupan usaha atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kalau begitu, siapa yang akan menanggungnya? Perusahaan harus menerima, tapi kemana? Pastinya ke PHK. Inilah yang harus sangat berhati-hati," tutupnya.