Periskop.id - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menegaskan pentingnya sinergi antara pengembangan produk halal dengan jasa keuangan syariah sebagai pilar utama dalam membangun ekosistem produk halal nasional yang kuat. Sinergi ini diperlukan untuk memastikan pertumbuhan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Hal tersebut disampaikan Wamenkeu Anggito dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Sinergi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi di Bidang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal dan Keuangan Negara, di Jakarta, Senin (6/10), dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan.

Keuangan Syariah Pilar Utama

Dalam sambutannya, Wamenkeu Anggito menyebut bahwa penguatan ekosistem halal tidak bisa hanya bertumpu pada aspek produk, tetapi harus didukung oleh sistem keuangan yang selaras dengan prinsip syariah.

“Produk halal tidak cukup apabila tidak diikuti dengan jasa keuangan yang halal, maka kita mendorong penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai instrumen pembiayaan negara, juga mendorong tumbuhnya perbankan syariah, asuransi syariah, dan jasa keuangan syariah lainnya. Jadi memang ini harus sejalan,” ujar Wamenkeu Anggito.

Untuk mewujudkan ekosistem produk halal yang lebih kuat, sinergi antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Kementerian Keuangan dinilai sangat krusial.

Lebih lanjut, Wamenkeu Anggito mengungkapkan bahwa Kementerian Keuangan saat ini tengah menyiapkan roadmap khusus untuk pengembangan jasa keuangan halal. Hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat sektor keuangan syariah nasional.

“Nanti akan sampaikan juga roadmap pengembangan dan jasa keuangan halal mulai dari Surat Berharga Syariah Negara yang merupakan salah satu pilar pembiayaan, sumber pembiayaan pembangunan kita yang cukup signifikan,” terang Wamenkeu Anggito.

Melalui penandatanganan nota kesepahaman ini, Wamenkeu berharap upaya bersama antara BPJPH dan Kementerian Keuangan dapat mempercepat terwujudnya ekosistem halal yang tidak hanya kuat secara domestik, tetapi juga inklusif dan mampu berdaya saing global.

Kinerja Industri Keuangan Syariah Nasional

Sebagai informasi, kinerja Industri Keuangan Syariah (IKS) Indonesia pada awal tahun 2025 menunjukkan momentum pertumbuhan yang sangat kuat, dengan total aset yang menembus angka fantastis. Capaian ini terutama didorong oleh sektor keuangan institusional dan pasar modal syariah.

Menurut data yang dirilis oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), realisasi total aset IKS telah mencapai Rp9.529,21 Triliun pada Kuartal I (Q1) 2025.

Keberhasilan IKS dalam mencatat rekor aset ini secara signifikan disokong oleh Pasar Modal Syariah. Pasar modal syariah memberikan kontribusi terbesar, yaitu mencapai 86% terhadap total aset keuangan syariah nasional, dengan nilai aset mencapai Rp8.176,12 triliun.

Adapun rincian aset IKS pada kuartal I 2025 yakni:

SektorNilai AsetProporsi
Pasar Modal Syariah (Kapitalisasi Saham dan SCF Syariah)Rp 8.176,12 Triliun86%
Perbankan SyariahRp 960,82 Triliun10%
Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) SyariahRp 392,27 triliun4%
Total AsetRp9.529,21 Triliun100%

Meskipun mencatat angka aset yang sangat besar, KNEKS menyoroti adanya asimetri struktural yang signifikan dalam ekosistem keuangan syariah Indonesia. Aset yang besar secara nominal tidak serta-merta diimbangi dengan tingkat pemerataan dan pemanfaatan oleh masyarakat luas.

Kondisi ini tercermin dari masih rendahnya tingkat inklusi keuangan syariah nasional. Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dipublikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat inklusi keuangan syariah Indonesia saat ini masih berkisar di angka 13%.

Angka inklusi yang rendah ini menjadi tantangan utama bagi IKS ke depan, menandakan perlunya upaya lebih lanjut untuk meningkatkan literasi dan akses masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan berbasis syariah.