Periskop.id – Memasuki penghujung tahun 2025, pasar otomotif Indonesia menunjukkan dinamika yang menuntut bukan hanya adaptasi, tetapi juga visi strategis yang lebih matang. Pergeseran permintaan dan perubahan kondisi pasar otomotif lokal pun membentuk pola baru yang kian kompleks.

Berdasarkan laporan GAIKINDO pada kuartal III tahun 2025 dan analisis pasar otomotif lokal oleh PwC Indonesia (2025), struktur permintaan konsumen terlihat bergeser. Beberapa segmen melemah, sementara segmen lain menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan. Fenomena ini mencerminkan perubahan preferensi konsumen Indonesia.

Ricky Thio, Chief Operating Officer PT Eurokars Motor Indonesia menuturkan, dinamika ini menegaskan, keputusan pembelian kendaraan kini semakin multidimensional. “Di Indonesia, sebagian besar orang masih menganggap mobil sebagai means of mobility, elemen penting dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, banyak orang juga melihat mobil sebagai cara untuk enrich the quality of life, sejalan dengan pemikiran Mazda bahwa the joy of driving may create the joy of living,” tutur Ricky dalam keterangannya, Selasa (16/12).

Melihat hal tersebut, Mazda, kata Ricky menilai, perubahan preferensi konsumen berbicara mengenai dua hal utama, kebutuhan rasional dan aspirasi emosional.

Menjaga Momentum 
Asal tahu saja, kondisi pasar pada kuartal III tahun 2025 menunjukkan kompetisi yang semakin sehat. Di tengah perlambatan beberapa segmen, Mazda menjadi salah satu brand yang mampu menjaga stabilitas performa-nya. Ricky menyampaikan, Mazda hanya mengalami penurunan 0,12% market share pada Oktober 2025, lebih rendah dibanding beberapa pabrikan Jepang lain yang terkoreksi 2–3%.

Pada level retail, kontraksi sebesar 39% hingga 44% terjadi pada beberapa brand kompetitor asal Jepang dan Eropa di segmen kendaraan premium. Sementara Mazda, lanjutnya, berada di 29%, ditopang oleh performa stabil Mazda CX-5, Mazda CX-3, dan Mazda 3 Hatchbackline-up yang dikenal dengan keindahan desain dan karakter berkendara khas Mazda.

Emotional appeal adalah kekuatan kami. Konsumen membeli bukan hanya karena logika, tetapi juga cinta terhadap desain dan kualitas produk Mazda,” ujar Ricky.

Rasionalitas dan Aspirasi Emosional
Ricky menekankan, terdapat beberapa faktor dalam pembelian kendaraan di Indonesia. Konsumen kini semakin cermat menilai Total Ownership Cost (TOC), yang mencakup biaya aftersales(service & maintenance), biaya registrasi dan administrasi, hingga nilai jual kembali (resale value). Seluruh aspek TOC ini membentuk fondasi rasional dalam pengambilan keputusan.

Namun, faktor tersebut tidak berdiri sendiri. Ekosistem otomotif menurutnya dipengaruhi pula oleh elemen eksternal, seperti regulasi pemerintah, dinamika industri, dan kesiapan infrastruktur, semua-nya membentuk momentum pasar dan arah preferensi konsumen

“Indonesia adalah salah satu pasar otomotif yang sangat value competitive. Dengan banyaknya value proposition dari berbagai APM (Agen Pemegang Merek), konsumen perlu mampu menggabungkan faktor rasional seperti TOC, dengan kebutuhan personal mereka,” tuturnya.

Selain perhitungan rasional seperti biaya kepemilikan, Mazda juga melihat, keputusan pembelian kendaraan kini ditentukan oleh supplement factors, seperti reliabilitas, kualitas produk, efisiensi bahan bakar, keamanan, kenyamanan berkendara, dan nilai emosional antara pengendara dan kendaraannya. 

Ricky melanjutkan, Mazda menanamkan hal ini melalui filosofi KODO Design dan Jinba Ittai, bahwa kendaraan bukan sekadar alat transportasi, tetapi partner berkendara. “Beauty is universal. Emosionalitas desain adalah bahasa yang dipahami semua orang,” kata Ricky.

Ia pun menegaskan, Mazda tidak mengabaikan TOC maupun kelengkapan fitur yang relevan. “Mazda menambahkan emotional value yang membedakan kami, mulai dari KODO DesignJinba Ittai, hingga pengalaman berkendara yang menyatu antara manusia dan mesin,” ucapnya.

Mazda memandang kenyamanan, desain, dan driving experience sebagai sebuah “lapisan” setelah aspek rasional terpenuhi. Seiring meningkat-nya kesejahteraan konsumen, preferensi terhadap desain dan kenyamanan semakin menguat.

Proyeksi Industri Otomotif 2026
Untuk tahun 2026, Mazda, kata Ricky, melihat peluang pemulihan yang bertahap. Semester pertama diperkirakan masih stabil, sementara akselerasi pertumbuhan dapat terjadi pada semester kedua. Pemulihan ini memerlukan prasyarat seperti stabilitas sosial, birokrasi yang memudahkan, kompetisi industri yang positif, dan sinergi lintas ekosistem.

“Kurva daya beli diharapkan kembali naik. Dengan ekosistem yang sehat dan kolaboratif, industri ini akan menemukan momentum-nya,” ujarnya.

Untuk menjaga relevansi di tahun 2026, Mazda pun akan menerapkan strategi segmentasi yang lebih presisi, membidik konsumen yang mengutamakan kenyamanan berkendara, kebanggaan terhadap desain dari mobil yang dimiliki, serta menghargai nilai emosional dalam kepemilikan kendaraan. Mazda juga memperkuat kapabilitas sales force agar lebih akurat mengidentifikasi karakter konsumennya.

Selain penyempurnaan strategi segmentasi, di tahun 2026 mendatang, Mazda juga akan meluncurkan beberapa model baru, mayoritas SUV, selaras dengan kebutuhan pasar Indonesia yang menekankan utilitas dan kenyamanan.

Tidak hanya itu, Mazda juga menunjukkan komitmen investasi jangka panjang-nya melalui pembangunan Training Center baru untuk memperkuat ekosistem mulai dari penjualan hingga aftersales.

Training Center ini adalah bukti investasi kami. Mazda hadir bukan hanya sebagai brand, tetapi sebagai ekosistem yang mendukung pengalaman pemilik dari awal hingga akhir,” terang Ricky.

Melihat dinamika pasar saat ini, Mazda, imbuhnya, juga menempatkan diri bukan sekadar sebagai pemain otomotif, tetapi pembawa filosofi dan pengalaman. Menggabungkan nilai rasional seperti TOC dan aftersales dengan emotional value lewat desain dan driving experience, Mazda membangun keseimbangan yang semakin relevan bagi konsumen Indonesia.

“Mazda meyakini masa depan industri otomotif Indonesia adalah perpaduan antara logika dan rasa, didefinisikan melalui kualitas produk, desain yang memiliki jiwa, dan pengalaman berkendara yang menciptakan hubungan emosional kuat dengan pengendara,” pungkasnya.