periskop.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan adanya masyarakat berpenghasilan tinggi bahkan lebih dari Rp100 juta per bulan yang masih masuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI). Budi menekankan bahwa peserta dengan kondisi ekonomi demikian semestinya tidak lagi menerima subsidi negara.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menyoroti kasus tersebut menandakan masih adanya kelemahan dalam pemutakhiran serta verifikasi data jaminan sosial nasional.

Yahya menegaskan bahwa ketepatan sasaran penerima subsidi merupakan faktor penting dalam keberlanjutan program BPJS Kesehatan. Menurutnya, ketika kelompok mampu tetap berada dalam daftar PBI, beban anggaran negara menjadi tidak efisien. 

“Temuan ini bukan sekadar anomali administratif, tetapi menunjukkan adanya celah struktural dalam sistem data dan verifikasi peserta. Ketepatan sasaran bukan hanya penting, tetapi menjadi fondasi keberlanjutan BPJS Kesehatan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (19/11).

Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) mencatat sekitar 10,84 juta peserta yang terdaftar sebagai PBI namun tidak termasuk kelompok yang seharusnya mendapatkan bantuan. Mereka berada pada kelompok kemampuan ekonomi desil 6 hingga 10, sementara program PBI idealnya diberikan untuk masyarakat di desil 1 sampai 5.

“Bantuan negara tidak boleh diberikan secara seragam, tetapi harus diarahkan kepada mereka yang benar-benar berhak, tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat data,” tegas Yahya.

Ia menambahkan bahwa DPR berkewajiban memastikan standar layanan dan tata kelola BPJS berjalan baik. Karena itu, pembaruan data peserta perlu dilakukan secara rutin dan memanfaatkan integrasi lintas kementerian serta lembaga.

“Pemutakhiran data mutlak dilakukan. Kriteria PBI juga harus ditetapkan secara presisi sesuai kondisi sosial-ekonomi terbaru, sementara sistem verifikasi dan validasi perlu dilaksanakan dengan akurat dan transparan,” tutupnya.