Periskop.id - Wacana mengenai mobil nasional selalu menjadi topik yang tak pernah lepas dari nama besar keluarga Soeharto. Ambisi untuk memiliki kendaraan buatan dalam negeri telah diwariskan dari era Orde Baru, melibatkan anak-anak Presiden Soeharto, hingga kini dihidupkan kembali melalui visi mobilitas modern oleh mantan menantunya.

Proyek-proyek ini tidak hanya mencerminkan ambisi industri, tetapi juga intrik kebijakan dan tekanan global yang menyertainya.

Di era 1990-an, proyek mobil nasional Indonesia identik dengan dua nama besar yang berada di bawah payung bisnis putra-putri Presiden Soeharto, yang keduanya lahir dengan fasilitas khusus dari negara.

Timor

Proyek mobil Timor dikelola oleh PT Timor Putra Nasional (TPN), sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Tommy Soeharto (anak kelima Presiden Soeharto). TPN lahir setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional yang diteken langsung oleh Presiden Soeharto.

Inpres tersebut secara eksplisit meminta para menteri terkait untuk segera mewujudkan industri mobil nasional dan memberikan fasilitas istimewa kepada TPN. Secara tegas, perusahaan Tommy Soeharto ini diberikan fasilitas pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sebuah pajak yang berkontribusi besar pada tingginya harga jual mobil di Indonesia.

Meskipun disebut mobil nasional, mobil Timor sejatinya adalah mobil KIA Sephia 1.500 cc yang diproduksi oleh KIA asal Korea Selatan. Mobil Korea itu kemudian diimpor dan hanya dilakukan rebadge di Indonesia. Berkat pembebasan pajak istimewa tersebut, Mobil sedan Timor mampu dijual dengan harga separuh dari mobil Jepang sekelasnya, yang saat itu berkisar antara Rp 70 juta hingga Rp 80 juta.

Proyek TPN ini harus terhenti secara prematur, terhempas oleh Krisis Ekonomi Asia pada 1998 dan protes keras dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menilai kebijakan tersebut melanggar aturan perdagangan internasional karena bersifat diskriminatif.

Bimantara

Proyek serupa juga digagas oleh anak ketiga Presiden Soeharto, Bambang Triatmodjo, melalui PT Bimantara Citra pada 1996. Sama halnya dengan Timor, PT Bimantara Citra menggandeng pabrikan Korea, yaitu Hyundai.

Perusahaan ini merilis dua tipe mobil, yakni Bimantara Cakra (hasil rebadge Hyundai Accent) dan Bimantara Nenggala (hasil rebadge Hyundai Elantra). Proyek Bimantara pun tak berlanjut lama, terhenti seiring dengan lengsernya Presiden Soeharto.

Mobil Listrik I2C

Setelah proyek-proyek yang berpusat pada rebadge mobil impor di era 90-an gagal total, ambisi mobil nasional kembali dihidupkan dengan visi yang sepenuhnya berbeda: kendaraan listrik berbasis baterai (EV).

PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) memperkenalkan proyek mobil nasional berbasis baterai bernama Indigenous Indonesian Car (I2C). Proyek ini diluncurkan sejalan dengan komitmen terhadap inovasi dan visi mobilitas masa depan Indonesia yang diharapkan oleh Presiden Prabowo Subianto, yang diketahui merupakan mantan menantu Presiden Soeharto.

Kendaraan berkonsep ini ditampilkan dalam bentuk clay skala 1:1, menonjolkan elemen identitas bangsa. Desain I2C memasukkan elemen ikonik Burung Garuda sebagai simbol kekuatan dan kedaulatan, serta motif batik halus yang diintegrasikan secara harmonis ke dalam kendaraan.