periskop.id - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan pentingnya langkah cepat bagi pemerintah daerah yang masih mencatat inflasi tinggi. Ia meminta kepala daerah segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, mulai dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bulog, hingga Bank Indonesia, untuk mencari akar masalah dan solusi pengendalian harga.

“Tolong duduk bersama dengan BPS setempat, kemudian Bulog, kemudian juga dengan Bank Indonesia yang ada di sana, perwakilan, bila perlu dengan asosiasi pengusaha, seperti Kadin atau Apindo untuk mencari penyebabnya apa,” ujar Tito dikutip dari Antara, Selasa (23/9).

Menurutnya, lonjakan inflasi di suatu wilayah bisa dipicu berbagai faktor. Mulai dari terbatasnya pasokan bahan pangan, kenaikan harga yang diatur pemerintah seperti tarif air minum, hingga gangguan distribusi akibat cuaca atau kendala logistik. Ia juga mengingatkan kemungkinan adanya praktik penimbunan barang oleh oknum tertentu. 

“Itulah perlunya kita melakukan evaluasi,” tambahnya.

Secara nasional, inflasi Indonesia pada Agustus 2025 tercatat 2,31% secara year on year. Angka ini dinilai Tito berada dalam kisaran ideal pemerintah, yakni 2,5% plus minus 1%. Ia menekankan bahwa inflasi harus dijaga agar tidak terlalu rendah maupun terlalu tinggi.

Inflasi yang terlalu rendah, misalnya di bawah 1%, akan merugikan produsen seperti petani, nelayan, dan pelaku industri karena harga jual tidak menutup biaya produksi. Sebaliknya, inflasi di atas 3,5% akan memberatkan konsumen karena harga kebutuhan melonjak. 

“Keseimbangan antara menyenangkan produsen dan menyenangkan konsumen. Sehingga di angka 2,31 (%) ini adalah angka yang sangat bagus sekali,” kata Tito.

Meski demikian, ia menyoroti sejumlah daerah yang inflasinya masih di atas 3,5%. Wilayah tersebut antara lain Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua Pegunungan, Aceh, Riau, dan Sulawesi Barat. Tito meminta kepala daerah di wilayah tersebut lebih intens berkoordinasi untuk menekan inflasi.

Perkembangan harga komoditas juga menjadi perhatian. Tito menyebut harga bawang merah mengalami penurunan signifikan. Dari 309 kabupaten/kota yang sempat mengalami kenaikan harga pada minggu ketiga Agustus 2025, kini hanya tersisa 31 daerah pada minggu ketiga September 2025. Sebanyak 303 daerah justru mencatat penurunan harga. 

“Ini yang menarik dan perlu diketahui apakah memang konsumsinya yang berkurang, kayaknya enggak. Atau mungkin karena sudah terjadi pemerataan distribusi,” ujarnya.

Komoditas beras juga menjadi fokus pengendalian. Operasi pasar yang digelar bersama Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) berhasil menekan kenaikan harga di banyak daerah. Jika pada minggu keempat Agustus 2025 kenaikan harga beras terjadi di 214 daerah, maka pada minggu ketiga September 2025 jumlahnya turun menjadi 106 daerah.

Meski ada kemajuan, Tito mengingatkan bahwa beberapa komoditas masih perlu diwaspadai karena tren kenaikannya cukup tinggi. Cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras disebut sebagai komoditas yang harus terus dipantau agar tidak memicu inflasi baru di daerah.