periskop.id - Pemulihan ekonomi global berpotensi mengubah dinamika pasar investasi emas. Chief Economist Citibank N.A. Indonesia, Helmi Arman, memprediksi permintaan emas akan menurun pada 2026 seiring membaiknya kondisi ekonomi Amerika Serikat dan China, yang mendorong investor beralih ke instrumen lain seperti saham dan properti.
"Kalau memang tahun depan perekonomian Amerika Serikat pulihnya cepat dan juga perekonomian China ikut terangkat, maka akan ada pesaing-pesaing baru untuk emas dari sisi instrumen keuangan," ujar Helmi, dikutip dari Antara, Kamis (5/11).
Helmi menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, sekitar 80% permintaan emas berasal dari investasi, sementara 20% lainnya digunakan untuk keperluan industri. Salah satu pembeli terbesar emas investasi adalah bank sentral negara berkembang, yang cenderung meningkatkan cadangan emasnya akibat ketegangan geopolitik dan dinamika kebijakan perdagangan Amerika Serikat.
Namun, jika tensi geopolitik mereda dan prospek ekonomi membaik, permintaan emas dari institusi maupun rumah tangga diperkirakan melambat.
Permintaan emas rumah tangga di Asia, khususnya China dan India, menjadi pendorong utama penjualan emas global. Ketika pasar properti dan sektor keuangan di kedua negara itu kembali pulih, minat masyarakat untuk membeli emas kemungkinan akan menurun.
"Di China, semenjak sektor propertinya lemah, demand (permintaan) rumah tangga untuk emas jadi meningkat," tambah Helmi.
Selain emas, Helmi memprediksi harga logam dasar seperti tembaga, nikel, dan aluminium berpotensi naik tahun depan. Pemulihan ekonomi global akan mendorong aktivitas industri dan pembangunan infrastruktur, sehingga permintaan logam-logam tersebut meningkat. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang melemah saat ini membuat prospek logam dasar kurang menarik.
"Makanya Citi berekspektasi tahun depan harga emas dunia secara rata-rata mungkin tidak sebagus tahun ini dan ada potensi logam dasar mulai naik panggung," kata Helmi.
Tinggalkan Komentar
Komentar