periskop.id - Kementerian UMKM melalui Deputi Usaha Kecil Temmy Satya Permana mengungkapka pakaian bekas, termasuk impor, masih banyak beredar di pasar lokal. Hal itu seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap gaya hidup thrifting, salah satunya di Pasar Senen.

"Popularitas thrifting bukan didorong oleh kebutuhan dasar, melainkan oleh keinginan masyarakat untuk mencari pakaian unik dengan harga terjangkau. Akibatnya, pakaian bekas impor tetap menjadi mayoritas di Pasar Senen," ujar Temmy kepada wartawan, dikutip Rabu (19/11).

Temmy menilai minat masyarakat pada thrifting menjadi faktor utama dominannya pakaian bekas impor di Pasar Senen. Adapun, pedagang di Pasar Senen tidak hanya fokus pada pakaian bekas saja, tetapi juga menjual produk lokal. Mulai dari sisa ekspor hingga dead stock dari merek-merek ternama.

"Sekitar 60% dagangan adalah pakaian bekas dan 40% produk lokal, menandakan mereka tetap mendukung pasar lokal, terutama karena konsumen kini lebih suka barang-barang yang unik," terang dia.

Temmy juga menyebut produk lokal yang dijual di Pasar Senen merupakan produk baru, tetapi memiliki perbedaan harga jika dibandingkan dengan mal yang hanya wajib menyediakan 30% produk lokal.

"Jika semua 100% lokal, harga bisa jauh lebih murah. Namun, skenario pastinya masih dibahas dengan pemilik brand dan UMKM, mengingat jumlah pedagang yang mencapai 980 ribu, dengan tantangan utama ada di proses dagang," tambah dia.

Kendati demikian, Temmy mengungkapkan pembeli thrifting belum banyak mengenal produk lokal berkualitas karena aksesnya terbatas, sementara brand lokal enggan membuka gerai akibat biaya tinggi. Ia optimistis harga akan lebih kompetitif ketika pasar domestik dikuasai produk lokal.