periskop.id - Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit perbankan Oktober 2025 sebesar 7,36% yoy, turun dari 7,70% pada September. Pertumbuhan kredit memang sudah melambat sejak Maret 2025, ketika turun menjadi 9,16% dari sebelumnya 10,3%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, permintaan kredit masih lemah karena pelaku usaha bersikap menunggu (wait and see). Selain itu, korporasi mengoptimalkan pembiayaan internal, dan suku bunga kredit relatif tinggi.
"Namun, kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada Oktober mencapai Rp 2.450,7 triliun, atau 22,97% dari plafon tersedia,” kata Perry.
Perry menambahkan, perlambatan pertumbuhan kredit ini tidak hanya dipengaruhi permintaan, tetapi juga berkaitan dengan kondisi penawaran pembiayaan perbankan. Dari sisi perbankan, kapasitas untuk menyalurkan kredit masih memadai.
Hal itu didukung kenaikan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) menjadi 29,47% serta pertumbuhan DPK sebesar 11,48% pada Oktober 2025. Kondisi ini menunjukkan ketersediaan likuiditas bank yang cukup untuk mendukung penyaluran kredit.
"Faktor ini berasal dari penempatan dana pemerintah di bank-bank besar, didukung pelonggaran likuiditas dan berbagai insentif makroprudensial Bank Indonesia," tambah dia.
Lebih lanjut, Perry menyatakan minat kredit perbankan cukup baik, meski persyaratan untuk konsumsi dan UMKM masih ketat. Kondisi ini mempengaruhi jenis kredit yang disalurkan dan segmen nasabah yang aktif. Dengan situasi tersebut, BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 di kisaran 8% hingga 11% dan meningkat pada 2026.
"Dengan perkiraan naik 8–11%, sambil koordinasi dengan pemerintah untuk dorong kredit dan perbaiki suku bunga," sambung Perry.
Tinggalkan Komentar
Komentar