periskop.id - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan perbankan masih lambat menurunkan suku bunga kredit. Saat ini, besaran suku bunga tersebut masih berada di angka 9%.

"Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 20 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi 9,00% pada Oktober 2025," kata Perry dalam konferensi pers RDG, Rabu (19/11).

Perry menyebut penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat sehingga perlu dipercepat. Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 56 bps, dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,25% pada Oktober 2025.

Ia menyatakan bahwa lambatnya penurunan suku bunga perbankan dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 27% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank.

Seiring dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps selama tahun 2025 dan ekspansi likuiditas moneter BI, suku bunga IndONIA turun sebesar 203 bps, dari 6,03% pada awal 2025 menjadi 4,00% pada 18 November 2025.

Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 254 bps, 256 bps, dan 257 bps sejak awal 2025, menjadi 4,62%, 4,65%, dan 4,69% pada 14 November 2025.

Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 226 bps, dari 6,96% pada awal 2025 menjadi 4,70% pada 18 November 2025, sementara untuk tenor 10 tahun menurun sebesar 113 bps dari tingkat tertinggi 7,26% pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,13%.

Adapun kredit perbankan per Oktober 2025 tumbuh sebesar 7,36% yoy, melambat dari pertumbuhan 7,70% ang dicatatkan pada September. Pertumbuhan kredit memang sudah melambat sejak Maret 2025, ketika turun menjadi 9,16% dari sebelumnya 10,3%.

Perry menjelaskan, permintaan kredit masih lemah karena pelaku usaha bersikap menunggu (wait and see). Selain itu, korporasi mengoptimalkan pembiayaan internal, dan suku bunga kredit relatif tinggi.

"Namun, kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada Oktober mencapai Rp 2.450,7 triliun, atau 22,97% dari plafon tersedia,” kata Perry.

Perry menambahkan, perlambatan pertumbuhan kredit ini tidak hanya dipengaruhi permintaan, tetapi juga berkaitan dengan kondisi penawaran pembiayaan perbankan. Dari sisi perbankan, kapasitas untuk menyalurkan kredit masih memadai.

Hal itu didukung kenaikan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) menjadi 29,47% serta pertumbuhan DPK sebesar 11,48% pada Oktober 2025. Kondisi ini menunjukkan ketersediaan likuiditas bank yang cukup untuk mendukung penyaluran kredit.