periskop.id - Hingga paruh Oktober 2025, Direktorat Jenderal Pajak mencatat penerimaan pajak bruto sebesar Rp1.799,55 triliun, naik 1,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. PPh Badan menjadi penopang utama pertumbuhan, diikuti PPh final, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 26 yang mencatat kenaikan tipis.

"Adapun hingga paruh waktu Oktober 2025, kami bisa mencatatkan angka sekitar 1,8% lebih tinggi dari tahun lalu, di angka Rp1.799,55 triliun," ujar Bimo Wijayanto dalam agenda RDP dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan di Senayan, Senin (24/11).

Pertumbuhan penerimaan bruto terutama berasal dari PPh Badan yang naik 5,3%, mencerminkan profitabilitas korporasi penyumbang utama pajak, selain itu PPh final, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 26 juga mengalami peningkatan.

Di sisi lain, PPh Orang Pribadi dan PPh 21 mengalami penurunan akibat efek awal tahun, sementara PPN dan PPnBM turun 2,1% karena sebagian setoran masih berada di deposit. Dari total kelompok pajak lainnya sebesar Rp199,6 triliun, sekitar Rp92,5 triliun merupakan deposit yang belum digunakan wajib pajak.

"Ada beberapa penurunan dari sisi bruto, yang pertama itu PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21, ini akibat adanya dampak awal tahun, kemudian PPN dan PPnBM juga mengalami penurunan 2,1% karena masih terdapat setoran yang ada di deposit," jelas Bimo.

Hingga Oktober 2025, penerimaan pajak neto tercatat sebesar Rp1.459,03 triliun, mengalami kontraksi 3,9% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan capaian 70,2% dari target semester. Bimo mengakui, setoran pajak secara neto lebih rendah dari periode yang sama pada 2024 lalu. Semua kategori pajak, termasuk PPh Badan, PPh Orang Pribadi dan PPh 21, PPh Final, PPh 22, PPh 26, serta PPN dan PPnBM, mencatat penurunan.

"Kalau dari sisi neto, penerimaan pajak neto sejumlah Rp1.459,03 triliun sampai Oktober, lebih rendah dari tahun lalu dengan kontraksi sebesar total minus 3,9%. Adapun capaian 70,2% dari laporan semester," beber Bimo.

Meski demikian, rata-rata penerimaan bruto per bulan meningkat sekitar Rp3,3 triliun, dari Rp176,7 triliun per bulan pada Januari–Oktober 2024 menjadi Rp180 triliun per bulan pada periode yang sama tahun 2025. 

"Kalau kita lihat performance kami dari tahun lalu, ada pertumbuhan 1,8% dari Januari–Oktober 2024 ke Januari–Oktober 2025 kumulatif. Rata-rata per bulan, ada kenaikan yang sekitar Rp3,3 triliun per bulan," jelas Bimo.

Adapun sektor-sektor yang menjadi penopang penerimaan utama antara lain ketenagalistrikan, yang tumbuh melalui intensifikasi pajak. Pertambangan bijih logam juga mencatat peningkatan, terutama pada subsektor hilirisasi dan minerba.

Sektor perdagangan besar mengalami pertumbuhan didorong oleh penerimaan BPN Pemungutan serta meningkatnya aktivitas perdagangan online. Kinerja sektor perbankan juga meningkat seiring pertumbuhan dana pihak ketiga dan laba yang positif. Sektor pertanian, khususnya tanaman dan industri minyak sawit, tumbuh sejalan dengan kenaikan volume penjualan dan harga CPO di pasar global.