periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, pihak yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) tidak bisa mengajukan upaya hukum praperadilan. Salah satunya adalah buronan Paulus Tannos.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pun angkat suara tentang adanya gugatan praperadilan dari Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-elektronik ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Budi juga akan menyampaikan tentang keabsahan DPO dalam praperadilan.
“Hari ini tim Biro Hukum hadir dalam persidangan praperadilan yang diajukan oleh saudara PT. Selain pembacaan permohonan praperadilan oleh pihak PT, kami nanti juga rencana akan menyampaikan terkait dengan keabsahan seorang DPO untuk mengajukan praperadilan," kata Budi, di Gedung KPK, Senin (24/11).
Budi berharap, hakim praperadilan dapat mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 1/2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status DPO.
“Tentu ini penting untuk dipertimbangkan oleh Majelis hakim sesuai dengan SEMA 1 Tahun 2018,” ujar Budi.
Diketahui, dalam SEMA 1 Tahun 2018, MA menyampaikan, dalam hal tersangka melarikan diri atau berstatus DPO, tidak dapat diajukan permohonan praperadilan. Selain itu, jika permohonan praperadilan tersebut tetap dimohonkan oleh penasihat hukum atau keluarganya, hakim akan menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima.
Sebelumnya, KPK mengumumkan, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin telah ditangkap di Singapura pada awal Januari 2025. Saat ini, yang bersangkutan sedang menjalani proses ekstradisi di pengadilan Singapura, seperti dikutip Antaranews.
Pada perkembangannya, Paulus Tannos mendekam dalam tahanan di Changi Prison.
Berdasarkan koordinasi dan komunikasi dengan AGC Singapura, berdasarkan hukum yang berlaku di Singapura, Paulus Tannos memiliki hak untuk mengajukan bail kembali kepada Pengadilan Singapura, sepanjang Paulus Tannos memiliki alasan dan bukti lain yang dapat mendukung pengajuan bail tersebut.
Adapun, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, pada 13 Agustus 2019. KPK menduga kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut sekitar Rp2,3 triliun.
Kendati demikian, Paulus Tannos melarikan diri ke luar negeri dan mengganti identitasnya. Dia lantas dimasukkan ke dalam DPO atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021.
Tinggalkan Komentar
Komentar