periskop.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membuka peluang untuk memangkas jatah ekspor batu bara dengan menaikkan persentase Domestic Market Obligation (DMO) menjadi lebih dari 25 persen. Langkah ini dilakukan guna memastikan kebutuhan energi nasional tetap terpenuhi di tengah meningkatnya konsumsi domestik.
“DMO harus clear. Bahkan ke depan kita ada merevisi RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), DMO-nya mungkin bukan 25 persen, bisa lebih dari itu,” ujar Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, mengutipi Antara, Rabu (12/11).
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan prioritas pemerintah untuk menjaga ketahanan energi dalam negeri.
Aturan mengenai DMO batu bara saat ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023. Regulasi tersebut merupakan perubahan atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.
Dalam aturan tersebut, pemerintah menetapkan porsi penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 25 persen dari total realisasi produksi tahunan. Ketentuan ini diberlakukan untuk seluruh pelaku usaha tambang batu bara di Indonesia.
Kewajiban DMO berlaku bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Batu Bara, serta perusahaan dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tahap operasi produksi. Dengan begitu, seluruh pelaku usaha di sektor ini wajib berkontribusi terhadap ketersediaan pasokan dalam negeri.
Sebanyak 25 persen dari realisasi produksi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat umum maupun kepentingan sendiri, serta sebagai bahan baku atau bahan bakar industri. Pemerintah memastikan pasokan batu bara domestik tetap stabil agar tidak mengganggu aktivitas sektor industri dan energi nasional.
Selain DMO, pemerintah juga masih menetapkan Domestic Price Obligation (DPO) bagi PT PLN (Persero). Harga batu bara yang dipasok untuk pembangkit listrik tetap dipatok sebesar 70 dolar AS per ton guna menjaga kestabilan biaya produksi listrik nasional.
Kebijakan ini diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 yang mengubah PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 157, diatur kewajiban bagi pemegang IUP atau IUPK untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengutamakan pasokan bagi BUMN di sektor strategis seperti ketenagalistrikan, energi, pupuk, dan industri nasional.
Ayat (3) pasal tersebut menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dalam negeri harus diprioritaskan sebelum ekspor dilakukan. “Kepentingan negara di atas segala-galanya,” tegas Bahlil, menutup pernyataannya.
Tinggalkan Komentar
Komentar