periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan agenda sidang pembacaan dakwaan atas dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, agenda sidang akan dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

“Hari ini, Selasa (18/11), diagendakan sidang pembacaan dakwaan atas dugaan TPK dan TPPU, Sdr. Nurhadi, di PN Jakarta Pusat,” kata Budi, Selasa (18/11).

Pada tahap awal proses persidangan ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan membacakan surat dakwaan tentang tindak pidan korupsi yang menjerat Nurhadi sebagai tersangka.

“Dalam tahap awal dari proses persidangan pidana ini, Tim JPU KPK akan membacakan surat dakwaan di hadapan terdakwa dan majelis hakim, mengenai tindak pidana yang didakwakan, waktu, dan tempat kejadian perkara,” tutur Budi.

Sebelumnya, penyidik telah melengkapi proses penyidikannya, termasuk menyita sejumlah aset untuk kebutuhan proses pembuktian dan langkah awal optimalisasi asset recovery.

Diketahui, PN Jakarta Pusat telah menerima pelimpahan dan meregister berkas perkara tindak pidana pencucian uang yang menyeret Nurhadi sebagai tersangka.

Juru Bicara PN Jakarta Pusat Andi Saputra menyebutkan berkas perkara telah didaftarkan dengan Nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst.

"Ketua PN Jakpus telah menunjuk tiga hakim untuk mengadilinya," ucap Andi saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (7/11), seperti dikutip Antaranews.

Ketiga hakim dimaksud, yaitu Fajar Kusuma Aji sebagai hakim ketua beserta Adek Nurhadi dan Sigit Herman Binaji masing-masing sebagai hakim anggota.

Berdasarkan penelusuran Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, sidang perdana Nurhadi akan digelar pada Selasa (18/11), dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Adapun, kasus TPPU Nurhadi berasal dari pidana pokok usai dinyatakan bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016 lantaran menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Nurhadi menjalani pidana penjara selama enam tahun serta dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan, apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Diketahui, berdasarkan putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono dari pihak swasta, dinyatakan terbukti menerima suap sejumlah Rp35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,787 miliar.

Penerimaan gratifikasi serta pencucian uang itu terkait dengan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Eddy, selaku mantan Presiden Komisaris Lippo Group, telah divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pada 6 Maret 2019 karena terbukti menyuap mantan panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS (senilai total Rp877 juta).

Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edy Nasution mengurus dua perkara. Pertama, menunda proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan pihak tereksekusi melaksanakan hasil putusan perkara secara sukarela) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dalam perkara PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor Co. Ltd (KYMCO) pada 2013-2015 sehingga mendapat imbalan Rp150 juta.

Kedua, Edy Nasution terbukti menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang sehingga mendapat imbalan 50 ribu dolar AS.

Berdasarkan hasil persidangan, Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara peninjauan kembali (PK).