periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendeteksi adanya aliran dana suap dari manajemen PT Sungai Budi (SB) Group kepada PT Inhutani V dalam kasus pengelolaan kawasan hutan. Temuan ini muncul setelah penyidik melebarkan jangkauan penyidikan kasus tersebut.

“Nah yang kami temukan sementara itu ada penyuapan yang dilakukan oleh orang dari Sungai Budi itu ke Inhutani gitu,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Jumat (21/11).

Asep menjelaskan, sumber uang dalam dugaan praktik rasuah ini terindikasi berasal dari pihak SB Group.

Meski demikian, KPK belum menyimpulkan apakah uang tersebut berasal dari kocek pribadi oknum atau kas resmi korporasi.

Penyidik masih mendalami bukti-bukti untuk memastikan apakah tindakan ini murni inisiatif individu atau kebijakan perusahaan.

“Nah yang ada pada kami adalah tentunya sampai saat ini itu manajemen dari PT Sungai Budi ke Inhutani. Nanti tentunya dalam perjalanannya kita juga kalau menemukan bukti-bukti yang cukup bahwa itu dilakukan oleh korporasi,” jelas Asep.

Asep menegaskan penetapan korporasi sebagai tersangka membutuhkan kriteria khusus.

KPK harus membuktikan perusahaan tersebut memang sengaja didirikan atau digunakan sebagai alat melakukan tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, fokus penyidikan saat ini masih menyasar pertanggungjawaban individu (person to person).

“Jadi ada korporasi yang memang sengaja dibuat sebagai alat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Nah ini yang kemudian sedang kita dalami juga seperti itu. Tapi yang jelas yang kami tangani adalah person to person. Orang menyuap kepada penyelenggara negara,” tutur Asep.

Sebagai konteks, KPK sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini pada Kamis (14/8).

Penetapan tersangka dilakukan menyusul Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar sehari sebelumnya, yakni 13 Agustus.

Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi, Staf Perizinan Sungai Budi Group Aditya, dan Direktur Utama Inhutani V Dicky Yuana Rady.

Berdasarkan peran, Djunaidi dan Aditya disangkakan sebagai pemberi suap, sedangkan Dicky Yuana Rady berstatus penerima suap.

Motif penyuapan ini diduga agar PT PML dapat terus beroperasi dan menjalin kerja sama dengan PT Inhutani V.

Kerja sama tersebut meliputi pemanfaatan kawasan hutan di Register 42, 44, dan 46 di Provinsi Lampung.

Dalam operasi senyap tersebut, KPK turut menyita sejumlah barang bukti signifikan.

Barang bukti itu meliputi uang tunai senilai 189.000 dolar Singapura, uang rupiah Rp8,5 juta, serta dua unit mobil.