periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri aset milik Muhammad Haniv (MH), tersangka kasus dugaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang salah satunya berupa rumah makan besar. Langkah ini diambil sebagai upaya memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

“Ini kaitannya dengan saudara MH. Perkaranya masih kita tangani termasuk juga kita sekarang sedang menelisik aset-aset yang bersangkutan karena ada satu rumah makan yang cukup besar, kemudian juga ada cottage,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Jumat (21/11).

Selain restoran dan penginapan (cottage), Asep menyebut penyidik juga mendeteksi beberapa tempat usaha lain milik tersangka.

Tim penyidik saat ini sedang bekerja keras menelisik keberadaan dan status kepemilikan aset-aset tersebut.

Menurut Asep, penelusuran ini merupakan strategi vital dalam rangka pemulihan aset atau asset recovery.

Ia menekankan penanganan korupsi tidak boleh berhenti pada penghukuman fisik atau penjara semata.

“Penanganan tindak pidana korupsi tidak hanya bertujuan untuk memenjarakan para pelakunya, penghukuman badan, tetapi juga bagaimana mengembalikan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan akibat perilaku koruptif dari para pelaku tersebut,” ungkap Asep.

Dengan strategi ini, uang negara yang berhasil diselamatkan nantinya dapat dimanfaatkan kembali untuk kepentingan publik.

Terkait status penyitaan, Asep mengaku belum bisa memastikan apakah aset restoran dan cottage tersebut sudah resmi disita penyidik.

Ia perlu melakukan konfirmasi ulang kepada tim di lapangan mengenai perkembangan status aset tersebut.

“Kondisi terakhir itu hasil dari penelusuran aset diduga merupakan hasil daripada tindak pidana korupsi. Untuk update, update-nya nanti kita minta, apakah itu sudah dilakukan penyitaan atau tidak,” ujarnya.

Sebagai konteks, KPK menetapkan MH sebagai tersangka pada Selasa (25/2). Ia diduga menerima gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar saat menjabat Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus periode 2015-2018.

Modus operandinya diduga menyalahgunakan jabatan untuk mencari sponsor bisnis anaknya. MH mengirim surel permintaan bantuan modal kepada para pengusaha wajib pajak.

Tersangka diduga menerima Rp804 juta khusus untuk bisnis peragaan busana sang anak.

Selain itu, penyidik menemukan aliran dana lain berupa valuta asing sekitar Rp6,66 miliar dan deposito BPR senilai Rp14,08 miliar yang asal-usulnya tidak jelas.