periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan keabsahan proses hukum dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Penegasan ini disampaikan merespons adanya perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim ketua dalam sidang putusan perkara tersebut.

"Bagaimana filosofi atau latar belakang pertimbangan hakim tentu nanti bisa langsung ditanyakan kepada hakim. Namun demikian, kami meyakini seluruh proses yang dilakukan di KPK dari penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan semuanya telah dilakukan memenuhi unsur-unsur formil dan materialnya,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Jumat (21/11).

Budi menjelaskan, keyakinan KPK didasari fakta bahwa perkara ini telah lolos uji materi di tahap praperadilan sebanyak dua kali.

Dalam proses tersebut, hakim praperadilan menyatakan seluruh tahapan yang dilakukan KPK, termasuk penetapan tersangka, adalah sah secara hukum.

Menurut Budi, aspek formil maupun materiil kasus ini telah terpenuhi dengan baik.

Hal itu mencakup penghitungan kerugian keuangan negara serta penerapan pasal sangkaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

KPK menilai unsur perbuatan melawan hukum dalam akuisisi ini sangat jelas, yakni memperkaya pihak lain dan merugikan negara.

“Di sana (UU Tipikor) disebutkan unsur-unsurnya adanya perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, yang kemudian merugikan keuangan negara... Artinya akuisisi yang dilakukan kemudian memperkaya pihak-pihak lain, tentunya PT JN dalam hal ini,” jelas Budi.

Sebelumnya, Hakim Ketua Sunoto menyampaikan dissenting opinion yang cukup tajam dalam sidang vonis.

Sunoto berpandangan tindakan para terdakwa bukan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang belum optimal namun didasari iktikad baik (Business Judgement Rule).

Ia menilai pertanggungjawaban atas keputusan bisnis semestinya melalui mekanisme gugatan perdata atau sanksi administratif, bukan pidana.

Sunoto juga mengkhawatirkan pemidanaan dalam konteks keputusan bisnis BUMN akan berdampak buruk bagi keberanian dunia usaha nasional.

"Maka berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP, para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag van rechtsvervolging," ucap Sunoto dalam sidang, Kamis (20/11).

Meski diwarnai perbedaan pendapat, majelis hakim tetap memvonis ketiga terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara Rp1,25 triliun.

Mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi divonis 4 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan dua direksi lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing divonis 4 tahun penjara.