Periskop.id - Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin menegaskan, Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) bukan melarang aktivitas merokok, tetapi pembatasan untuk para perokok. Terutama di lingkungan pendidikan.
Beberapa waktu lalu, Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD DKI Jakarta, telah memutuskan untuk tetap mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.
"Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain,” kata Khoirudin di Jakarta, Kamis (6/11).
Namun demikian, kata Khoirudin, berjualan rokok tetap diperbolehkan di tempat-tempat tertentu seperti tempat hiburan dan kafe. Ia hanya menegaskan, jangan sampai kegiatan merokok para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain. "Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya," ucapnya.
Selain pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, Ketua Pansus KTR DPRD DKI Jakarta Farah Savira mengatakan, tidak ada lagi ruang merokok di dalam ruangan tertutup (indoor smoking) dalam aturan ini.
Menurut Farah, ketentuan itu tidak dihapus karena memiliki landasan hukum yang kuat. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya melindungi anak-anak dari akses mudah terhadap rokok.
Setelah rampung di tingkat pansus, lanjut Farah, hasil pembahasan akan diserahkan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) untuk kemudian dilanjutkan ke rapat pimpinan dan paripurna.
Kendati demikian, Farah menyebutkan, meski sudah rampung di tingkat pansus, pasal-pasal yang dinilai sensitif atau menuai polemik masih bisa dibahas kembali di tingkat Bapemperda, sesuai mekanisme forum.
Kelompok Rentan
Sebelumnya, survei terbaru Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menunjukkan, sebanyak 94,4% responden di Jakarta merasa terganggu dengan asap rokok di ruang publik. Selain itu, 95,3% mendukung ruang publik sehat tanpa asap rokok.
Perwakilan tim riset IYCTC Ni Made mengatakan, kesadaran masyarakat untuk melindungi kelompok rentan cukup tinggi. Dalam survei tersebut diketahui, sebanyak 88,6% responden mendukung pelarangan iklan rokok di dekat anak-anak dan 85,8% setuju pembatasan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah.
"Artinya, warga Jakarta sebenarnya sudah siap hidup di lingkungan yang lebih sehat dan bebas asap,” kata Ni Made.
Survei tersebut dilakukan dengan dua metode, yakni kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan pada 30 Juli-15 September 2025 dan melibatkan 1.169 responden dengan rentang usia 18-50 tahun serta berstatus KTP DKI Jakarta. Survei itu dilakukan dengan menggunakan formulir digital voluntary response (responden sukarela).
Sedangkan metode kualitatif dilakukan pada 30 Agustus-11 September 2025 dan melibatkan 10 pengelola usaha yang terdiri dari lima pengelola warung dan lima pengelola kafe/restoran di wilayah DKI Jakarta. Dalam metode ini, tim peneliti melakukan wawancara semi-terstruktur, kemudian dianalisis secara tematik.
Selain terkait dukungan ruang publik tanpa asap rokok, survei tersebut juga memotret sikap responden terhadap area merokok yang terpisah di ruang terbuka. Sebanyak 94,2% responden mendukung agar area merokok ditempatkan secara terpisah di ruang terbuka, jauh dari keramaian atau pintu masuk gedung.
Sementara itu, Ketua Umum IYCTC Manik Marganamahendra mengatakan, Jakarta saat ini belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Padahal, 86 % daerah lain di Indonesia sudah memiliki Perda KTR sebagai payung hukum di tingkat daerah.
“Saat ini, Jakarta masih bergantung pada Peraturan Gubernur dan belum memiliki Perda KTR yang menjadi mandat dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024,” tutur Manik.
Maka dari itu, seruan percepatan pengesahan Perda KTR pun disuarakan oleh berbagai pihak, termasuk IYCTC yang mendapat dukungan publik terkait kebijakan pencegahan paparan asap rokok, terutama bagi anak dan remaja.
Tinggalkan Komentar
Komentar