Periskop.id - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan telah menjalin sinergi dengan Danantara Indonesia, sebagai upaya untuk mendorong lighthouse company (perusahaan mercusuar) BUMN, menggelar Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia.
“Jadi harapan kita, harapan bursa, ada lighthouse-lighthouse yang nanti berasal dari State Owned Enterprise (BUMN),” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna dalam wawancara cegat, di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (6/11).
Meski begitu, Nyoman mengungkapkan sampai saat ini belum ada perusahaan-perusahaan BUMN yang berada dalam pipeline (antrean), untuk menggelar IPO di pasar modal Indonesia. “Saat ini, kalau teman-teman bertanya, belum ada,” ucap Nyoman.
Ke depan, pihaknya optimistis kontribusi dari perusahaan-perusahaan BUMN dapat membantu pendalaman pasar di pasar modal Indonesia. “Kami yakin ke depan kontribusi dari State Owned Enterprise akan dapat membantu market deepening dari pasar modal Indonesia," tuturnya.
IPO lighthouse company, merupakan aksi IPO dengan kriteria kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun serta free float sebesar 15% atau nilai kapitalisasi pasar free float lebih dari Rp700 miliar. Per 29 Oktober 2025, BEI mengungkapkan terdapat tiga lighthouse company yang berada dalam pipeline (antrean) akan menggelar IPO di pasar modal Indonesia.
Secara keseluruhan, terdapat sebanyak 13 perusahaan berada dalam pipeline IPO. Terdiri dari dua perusahaan beraset skala kecil di bawah Rp50 miliar, sebanyak enam perusahaan beraset skala menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, dan lima perusahaan aset skala besar di atas Rp250 miliar
Nyoman memproyeksikan, mayoritas perusahaan yang berada dalam pipeline tersebut akan melaksanakan IPO pada 2025, seiring hanya dua perusahaan di dalam pipeline yang menggunakan laporan keuangan per Juli 2025. Sementara sisanya menggunakan laporan keuangan di semester I- 2025.
Prospek Positif IPO
Sebelumnya, perusahaan jasa profesional multinasional EY memproyeksikan prospek Initial Public Offering (IPO) di Indonesia tetap positif hingga akhir 2025. Hal ini ditopang oleh kondisi likuiditas yang kuat, kebijakan moneter longgar dan stabilitas makroekonomi.
Namun demikian, Partner EY-Parthenon Indonesia Reuben Tirtawidjaja mengingatkan ,untuk tetap mewaspadai ketidakpastian politik dan volatilitas ekonomi di tingkat global.
“Kunci sukses emiten Indonesia ke depan adalah kesiapan menghadapi volatilitas dan kemampuan membangun kepercayaan investor melalui tata kelola yang solid dan strategi pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Reuben sebagaimana keterangan resmi di Jakarta, Kamis (30/11).
EY menilai fokus pasar modal Indonesia saat ini adalah emiten bernilai tinggi dan berfundamental kuat, sejalan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menekankan kualitas dibandingkan kuantitas aksi IPO.
EY melaporkan jumlah aksi IPO di Indonesia turun 35% year on year (yoy) per kuartal III- 2025, namun, total penghimpunan dana justru melonjak hampir tiga kali lipat menjadi US$906 juta.
“Selama tahun berjalan 2025, aktivitas IPO di Indonesia didominasi sektor industri, energi, konsumer dan kesehatan. Momentum ini akan berlanjut di kuartal IV, dengan pipeline 13 perusahaan yang siap melantai di bursa,” ujar Reuben.
Ia mengatakan, kinerja IPO Indonesia tahun 2025 didorong oleh sejumlah emiten besar. Di antaranya PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) mencatatkan penggalangan dana senilai US$283 juta, diikuti PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) sebesar US$146 juta.
Kemudian, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) sebesar US$142 juta, dan diikuti PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) sebesar US$123 juta. Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun lalu hanya ada satu IPO dengan nilai di atas US$50 juta, yaitu PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) yang meraih dana US$55 juta.
"Investor kini lebih berhati-hati dalam memilih emiten, menilai tidak hanya potensi keuntungan, namun juga narasi pertumbuhan, tata kelola dan kesiapan menghadapi disrupsi teknologi," ujar Reuben.
Momentum Global
Sementara itu, secara global, momentum IPO meningkat 19% (yoy) dengan lonjakan nilai mencapai 89% (yoy). Di Asia Tenggara, Singapura memimpin perolehan dana IPO per kuartal III-2025 dengan nilai US$1,5 miliar, disusul Indonesia di posisi kedua dengan US$478 juta.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy meyakini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menembus level 9.000 pada akhir 2025, ditopang oleh berbagai sentimen positif dari dalam negeri.
“Akhir tahun (IHSG) 9.000. Insya Allah,” ujar Irvan dalam wawancara cegat di Gedung BEI, Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, berbagai faktor akan menopang penguatan IHSG. Di antaranya kinerja laporan keuangan perusahaan tercatat (emiten) periode kuartal III-2025 yang positif, dan membaiknya ekonomi domestik periode kuartal IV-2025.
Selain itu, masih adanya beberapa perusahaan dalam pipeline (antrean) yang berinisiatif menggelar Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia, termasuk lighthouse company (perusahaan mercusuar).
“Harapannya laporan keuangan baik, kondisi ekonomi baik. Tadi kan (IHSG) growth, naik terus. Transaksi bagus, retail bagus, listed company juga bagus sejauh ini perkembangannya,” imbuhnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar