Periskop.id - Kebijakan donasi sebesar Rp1.000 per hari yang didorong oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi melalui Surat Edaran (SE) menjadi sorotan tajam. Program yang mengusung konsep gotong royong ini dinilai oleh Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUB), dan berisiko menjadi pungutan liar (pungli) jika tanpa izin resmi.
Namun, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (7/10), Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program yang bertujuan untuk membantu masyarakat itu bersifat sukarela dan mengadopsi kearifan lokal.
Gubernur Dedi Mulyadi mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (poe ibu) atau gerakan bersama-sama sehari seribu, tertanggal 1 Oktober 2025. Edaran tersebut ditujukan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dari provinsi hingga kota/kabupaten, sekolah, dan masyarakat se-Jawa Barat.
Dedi menjelaskan bahwa program ini bertujuan membantu masyarakat yang membutuhkan, dengan mekanisme sederhana.
"Uang (iuran) Rp1.000 itu nanti dipegang oleh bendahara kas, gitu kan. Kemudian contohnya orang datang mengadukan lagi nungguin di RS butuh uang untuk makan, atau bayar kontrakan selama nungguin di rumah sakit, ya tinggal diterima, berikan," kata Dedi selepas menghadiri upacara HUT ke-80 TNI di Makodam III Siliwangi, Bandung, Minggu (5/10).
Program ini mengadopsi konsep rereongan jimpitan atau rereongan sekepal beras yang berhasil diterapkan saat Dedi menjabat sebagai Bupati Purwakarta.
Untuk tingkat sekolah, Dedi menekankan ini bukan pungutan sekolah, melainkan donasi harian di bendahara kelas yang akan digunakan untuk teman sekelas yang sakit atau tidak mampu.
"Kemudian jika teman sekelasnya misalnya nggak punya seragam kebetulan orang tuanya tidak mampu ya diberi. Seperti itu lah," ucapnya.
Saat ditanya mengenai sifat pelaksanaan program, Dedi menegaskan bahwa iuran ini adalah sukarela.
"Bagi mereka yang mau ngasih ya silahkan, yang tidak, ya tidak apa-apa," tuturnya.
Meskipun bertujuan mulia, Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menilai gerakan donasi ini berpotensi melanggar hukum. Ketua FKBI, Tulus Abadi, menyebut program yang didorong lewat SE Gubernur tersebut, meski positif secara kultural, berpotensi melanggar UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUB).
"Gerakan yang didorong lewat Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, secara sosiologis kultural boleh jadi hal yang positif. Namun sebagai aksi populis, berpotensi melanggar UU PUB," kata Ketua FKBI Tulus Abadi dalam pesan singkat pada Antara di Bandung, Selasa (7/10).
Menurut Tulus, setiap pihak yang melakukan pengumpulan uang dan atau barang berskala massal harus memiliki izin dari Kementerian Sosial (Kemensos).
"Pertanyaannya, apakah SE Gubernur KDM (Kang Dedi Mulyadi) tersebut sudah mengantongi izin dari Kemensos? Berdasar info yang saya peroleh, SE Gubernur KDM untuk mengoleksi dana publik belum ada izin dari Kemensos RI. Padahal SE donasi tersebut berskala massal, yakni untuk seluruh kalangan ASN Pemprov Jabar dan seluruh warga Jabar," ucapnya.
Tulus menegaskan bahwa Pemprov/Gubernur secara institusional bukan lembaga yang kompeten atau punya kewenangan untuk menggalang dana publik, melainkan seharusnya menjadi regulator yang memberikan izin.
"Sebab jika tanpa izin dari Kemensos RI, plus tak punya kewenangan untuk menggalang dana publik, pungutan tersebut berpotensi menjadi pungli bagi warga," ucapnya.
Demi transparansi dan akuntabilitas publik, FKBI mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk berkoordinasi langsung dengan Kemensos RI terkait perizinan dan kompetensi penggalangan dana publik. Tulus juga mengingatkan bahwa publik sebagai pendonor berhak tahu secara penuh dan selalu mendapatkan update mengenai penggunaan dana tersebut.
Tinggalkan Komentar
Komentar