Periskop.id - Badan Gizi Nasional (BGN) mengerahkan 276 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, hingga Sumatera Utara, menjadi dapur darurat. Sejumlah SPPG tersebut difungsikan untuk melayani pengungsi yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor.

"Total ada 276 SPPG yang masih melayani pengungsi, karena ketika terjadi bencana tidak hanya anak-anak yang kita berikan bantuan, tetapi seluruh masyarakat yang mengalami musibah harus kita layani," kata Kepala BGN Dadan Hindayana di Jakarta, Rabu (3/12). 

Menurutnya, SPPG merupakan salah satu infrastruktur pemerintah yang memang siap melayani siapapun, dalam kondisi apapun. Rincian SPPG yang melayani para pengungsi di Provinsi Aceh yakni 81, Sumatera Utara 129 SPPG, dan Sumatera Barat 66 SPPG.

Dadan menjelaskan, tiap SPPG yang berubah fungsi menjadi dapur darurat melayani kebutuhan makan untuk satu kali makan bagi para pengungsi. Untuk anggarannya, diserahkan kepada masing-masing SPPG.

"Kita (setiap bulan) selalu memasukkan uang di dalam virtual account SPPG. Dalam keadaan bencana, anak sekolah kan libur, sementara anak-anak yang jadi korban juga, anak-anak sekolah yang ada di pengungsian, jadi kita harus layani," paparnya.

Sekadar mengingatkan, banjir bandang menerjang wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada Selasa, 25 November 2025. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam laman resminya, melaporkan data terbaru per 3 November 2025 jumlah korban jiwa akibat banjir bandang dan longsor di Sumatera per Rabu mencapai 804 jiwa. Sementara 634 jiwa masih dinyatakan hilang.

Peralihan Jatah Anak Sekolah

Koordinator Wilayah BGN Kabupaten Pidie Jaya Muhammad Ahlul Udzri di Pidie Jaya mengatakan, penyaluran Program MBG tersebut merupakan peralihan porsi anak sekolah. "Sesuai arahan BGN, porsi anak sekolah yang libur dampak bencana banjir di Pidie Jaya dialihkan ke korban banjir di Kabupaten Pidie Jaya," ucapnya.

Pernyataan tersebut disampaikannya, ketika mendistribusikan makanan Program MBG ke titik pengungsian korban banjir di Dusun Meunasah Krueng, Gampong Manyang Cut, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya. Ia menyebutkan, makanan Program MBG yang didistribusikan ke titik pengungsian tersebut berasal dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Sagoe Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya.

Menurut dia, tidak semua korban banjir di pengungsian mendapatkan porsi Program MBG, karena makanan Program MBG yang disalurkan terbatas untuk setiap titik pengungsian. "Selain di titik pengungsian ini, kami juga menyalurkan di dua titik lainnya. Makanan Program MBG ini untuk semua kalangan korban banjir, tidak dibatasi hanya untuk anak sekolah yang mengungsi," kata Muhammad Ahlul Udzri.

Sementara itu Armiati, koordinator korban banjir Dusun Meunasah Krueng, mengatakan warga terdampak banjir di dusun tersebut sekitar 1.200 jiwa, termasuk balita dan lanjut usia. "Warga di dusun kami saat ini mengungsi di beberapa titik karena belum ada tenda pengungsian. Beberapa warga lainnya masih bertahan di lantai dua rumah mereka. Sedang lantai dasar sudah tertutup material banjir," jelasnya. 

Armiati mengatakan, korban banjir di dusun tersebut membutuhkan tenda pengungsian, matras, kelambu air bersih, tempat Mandi Cuci Kakus (MCK), serta genset untuk listrik. "Kami juga membutuhkan kehadiran tim kesehatan karena beberapa lansia maupun balita mulai sakit. Kami sempat terkurung selama empat hari karena akses ke dusun kami tidak dapat dilewati," kata Armiati.

Langkah Tepat

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menilai langkah Badan Gizi Nasional mengalihkan Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk korban banjir di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh merupakan langkah tepat di masa darurat.

“Keputusan ini sangat tepat dari BGN. Tentu saya apresiasi karena pada saat anak-anak sekolah diliburkan, program MBG tetap berjalan dan dialihkan kepada para korban banjir yang banyak diantaranya adalah anak sekolah juga,” ujar Ninik, sapaan akrab Nihayatul Wafiroh di Jakarta, Senin.

Dia menyampaikan, jumlah 526.000 porsi MBG yang dialihkan itu cukup menjangkau seluruh korban. Namun, Ninik mengingatkan, petugas MBG untuk memastikan higienitas, keamanan pangan, tepat sasaran, dan skema distribusi yang sesuai dengan kondisi bencana.

"Kondisi normal tentu berbeda dengan saat bencana. Jadi, saya ingatkan skema distribusinya dan higienitas makanan yang akan disalurkan untuk betul-betul dijaga. Jangan sampai menjadi masalah baru," kata dia.

Menurutnya, pengalihan MBG pada masa bencana memiliki peran strategis, seperti membantu memenuhi kebutuhan gizi harian korban banjir, terutama anak-anak. "Skema ini juga tentu bisa meringankan beban logistik pemerintah daerah dan relawan, dan menjadi intervensi cepat di tengah keterbatasan akses makanan siap konsumsi," kata dia menambahkan.

Sejalan dengan itu, Ninik mendorong BGN, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan terkait untuk menguatkan koordinasi agar MBG benar-benar sampai kepada korban banjir yang paling membutuhkan. "Dalam situasi bencana, ketepatan distribusi adalah kunci,” kata dia.

Berdasarkan laporan BNPB dan pemerintah daerah per 28–30 November 2025, kondisi di tiga provinsi terdampak masih sangat dinamis dengan peningkatan korban dan pengungsi.

Data terbaru mencatat titik pengungsian utama mencakup Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, serta sejumlah kabupaten di Sumatera Barat dan Aceh. Ribuan KK masih bertahan di tempat pengungsian dengan fasilitas terbatas, termasuk akses air bersih dan dapur umum.