Periskop.id – Kendaraan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) dinilai menjadi solusi paling relevan bagi Indonesia dalam beberapa dekade ke depan. Hal ini utamanya karena masalah infrastruktur.

“Kalau menurut saya, yang paling cocok untuk 25 tahun ke depan atau satu generasi ke depan, ya hybrid,” kata Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada Konferensi Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) di GIIAS 2025, ICE BSD City, Tangerang, Selasa (29/7). 

Ia menilai penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai sepenuhnya (BEV) masih menghadapi banyak tantangan, terutama dari segi infrastruktur pengisian daya yang belum memadai di Indonesia.

“Coba dibayangkan pada 2016 atau saat 71 tahun Indonesia merdeka masih ada 1.500 kecamatan yang tidak punya SPBU. Kalau sekarang kita mau mendorong pemasangan SPKLU sebanyak SPBU ini tantangan yang tidak mudah,” ujar Komisaris Independen perseroan PT United Tractors Tbk (UNTR) tersebut.

Nah, untuk membuat infrastruktur pengisian daya yang sebanyak SPBU di Indonesia itu, kata Jonan, adalah tantangan yang besar. Selain itu, Ignasius juga menyoroti keterbatasan mobil listrik dalam jarak tempuh, jika dibandingkan mobil konvensional berbahan bakar fosil. Oleh karena itu, menurutnya PHEV, yang memadukan listrik dan bensin akan lebih sesuai dalam waktu dekat.

Dengan cara bekerjanya yang fleksibel, PHEV ia nilai lebih kompatibel dengan kondisi infrastruktur Indonesia saat ini, jika tetap bertujuan untuk mengurangi emisi dan aspek lingkungan lainnya.

Lebih lanjut, Jonan mencontohkan beberapa negara maju seperti China hingga Inggris yang merupakan pasar besar BEV, juga masih berjuang secara bertahap dalam menyediakan infrastruktur untuk mobil listrik murni.

“China sendiri juga infrastruktur pengisian dayanya juga masih memulai, 5-10 tahun ke depan. Bahkan di negara yang sangat maju seperti Inggris, saya bicara dengan banyak pengguna BEV di sana, walaupun dari merek mewah, kalau dibawa dari London ke tempat jauh pasti mereka akan takut. Takut tidak ada stasiun isi daya, menunggu lama saat isi daya, dan sebagainya,” imbuhnya.

PHEV tidak memerlukan infrastruktur pengisian daya yang seluas dan seintensif BEV berkat dapur pacunya yang masih menggunakan mesin bahan bakar konvensional sebagai sumber tenaga tambahan, selain motor listrik.

Hal ini membuat PHEV bisa beroperasi lebih fleksibel tanpa harus selalu mengandalkan stasiun pengisian listrik yang tersebar luas. Sehingga tantangan keterbatasan infrastruktur pengisian daya yang masih menjadi kendala besar bagi BEV tidak terlalu berdampak pada penggunaan PHEV.

Kelebihan PHEV

Secara khusus, kendaraan plug-in hybrid (plug-in hybrid electric vehicle/PHEV) memiliki kelebihan dibandingkan kendaraan hybrid biasa (hybrid electric vehicle/HEV). PHEV bisa dihubungkan langsung ke sumber listrik eksternal, seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) maupun colokan listrik rumah, untuk mengisi daya.

Selain itu, ukuran baterai PHEV pun lebih besar dibandingkan HEV, sehingga mampu menyimpan energi listrik lebih banyak. Oleh karenanya, jangkauan tempuh PHEV bisa lebih jauh dibandingkan HEV.

Mengutip Xinhua akhir Mei lalu, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan, peluang bagi pabrikan China di pasar mobil hybrid Indonesia masih sangat terbuka, mengingat kontribusi merek-merek China di pasar ini masih kurang dari 3 persen.

Seiring meningkatnya kesadaran konsumen Indonesia untuk mengadopsi gaya hidup berkelanjutan, mobil hybrid pun kian dilirik karena lebih irit bahan bakar, mendapatkan insentif dari pemerintah, serta menyediakan opsi transisional dalam menyiasati keterbatasan dukungan infrastruktur.

Sebelum pabrikan China masuk, pasar mobil PHEV di Indonesia didominasi oleh pabrikan Eropa dan Jepang, seperti BMW, Volvo, dan Toyota. Harga yang ditawarkan pun cukup tinggi, di atas Rp1 miliar.

Pada awal tahun ini, pabrikan China Chery menghadirkan produk PHEV mutakhirnya di Indonesia. Melalui submereknya, Jaecoo, PHEV pertama buatan China diperkenalkan ke pasar Indonesia. Dengan harga dibanderol sekitar Rp599 juta, SUV5-seater ini diklaim memiliki efisiensi bahan bakar yang tinggi dan kemampuan regenerasi energi saat pengereman.

Kehadiran Jaecoo J7 SHS disusul oleh PHEV berikutnya dari Chery, yakni Tiggo 8 CSH (Chery Super Hybrid). Dirilis pada 15 Mei lalu di Jakarta, Tiggo 8 CSH membuat gebrakan menggembirakan bagi konsumen di negeri ini melalui fitur teknologinya yang impresif dan harganya yang kompetitif.

Konsumen dapat merasakan performa terbaik dari Tiggo 8 CSH, mobil hybrid yang disebut paling efisien layaknya mobil listrik. Dengan konsumsi bahan bakar 76 km/L, mesin Tiggo 8 CSH dapat menukar energi listrik ke tenaga mesin secara mulus untuk performa yang maksimal.

Mengombinasikan mesin bahan bakar ACTECO H4J15 berkapasitas 1.500 cc turbo dan baterailithium iron phosphate (Li-Po), SUV7-seater ini diklaim mampu menempuh jarak hingga 1.300 km dengan satu kali pengisian tangki bahan bakar penuh dan daya baterai penuh.

Tiggo 8 CSH dirakit secara lokal dan ditawarkan dengan harga promosi Rp499 juta per unit untuk 1.000 pemesan pertama. Pemesan berikutnya dapat memiliki mobil ini dengan harga mulai Rp509,9 juta.

PHEV Chery Tiggo 8 CSH bisa berkendara sejauh 90 kilometer dengan mode listrik penuh, performa yang lebih unggul daripada beberapa pesaing pasar yang selevel dengannya.

"Kami optimistis Chery Tiggo 8 CSH akan menjadi pilihan favorit konsumen Indonesia di segmen SUV premium berkapasitas tujuh penumpang yang nyaman dan tangguh serta bebas dari kekhawatiran soal jarak tempuh dan konsumsi bahan bakar, baik di dalam maupun luar kota," kata Head of Brand Department PT Chery Sales Indonesia Rifkie Setiawan.

Kekhawatiran konsumen soal keamanan baterai Tiggo 8 CSH pun menjadi perhatian Chery. Perusahaan itu pada Selasa (17/6) meluncurkan pengujian ekstrem terhadap baterai kendaraan tersebut.

Pengujian dilakukan dengan merendam baterai di dalam air laut selama 48 jam atau dua hari penuh. Hasil pengujian ini akan cukup menjawab kekhawatiran konsumen Indonesia, terutama yang tinggal di kawasan rawan banjir.

Dalam kurun sebulan setelah peluncurannya, penjualan Tiggo 8 CSH menunjukkan tren positif. Target perusahaan, yang mengincar angka penjualan 1.000 unit dalam sebulan, sudah terlampaui.