periskop.id - Istilah scalper merujuk pada individu yang beroperasi dengan kecepatan tinggi, baik di pasar keuangan maupun dalam dunia bisnis barang. Menurut Investopedia, scalper adalah seorang trader yang masuk dan keluar pasar keuangan dengan sangat cepat, terkadang hanya dalam hitungan detik, untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan harga yang sangat kecil.

Selain itu, dalam konteks bisnis, scalper adalah orang yang membeli barang dengan permintaan tinggi, seperti tiket konser atau gadget terbaru, kemudian menjualnya kembali dengan harga jauh lebih tinggi saat stok normal habis. Praktik ini seringkali dianggap ilegal dan terjadi di pasar gelap.

Cara Kerja dan Ciri-Ciri Seorang Scalper

Seorang scalper membeli dan menjual aset berkali-kali dalam sehari. Mereka memanfaatkan selisih harga jual-beli (bid-ask spread) serta pergerakan harga jangka pendek. Strategi ini menuntut mereka untuk memiliki beberapa ciri utama:

  • Disiplin : Mereka harus sangat disiplin dan berpegang teguh pada rencana trading, termasuk menetapkan batas kerugian harian.
  • Agresif dan Cepat : Pasar dianggap sebagai "arena pertempuran" di mana keputusan harus dibuat dalam hitungan detik. Scalper harus tetap tenang di tengah kondisi pasar yang tidak menentu.
  • Mahir Analisis : Mereka sering menggunakan grafik berdurasi sangat singkat (1-5 menit) dan perangkat lunak pemindai (scanning software) untuk menemukan peluang.

Dengan berkembangnya high-frequency trading (HFT) yang menggunakan algoritma canggih, persaingan dalam dunia scalping semakin ketat.

Legalitas Scalping di Indonesia

Dalam konteks keuangan, scalping adalah strategi yang legal. Baik investor individu maupun institusional banyak yang menggunakannya. Namun, seperti yang dilansir oleh Traders Union, beberapa broker di berbagai negara bisa saja memiliki aturan khusus karena tingginya risiko dari strategi ini, seperti membatasi jumlah transaksi harian.

Meskipun demikian, ada beberapa praktik yang merupakan bentuk ilegal dari scalping yang dilarang di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah “goreng saham”, di mana beberapa investor bersekongkol dengan perusahaan efek dan pemilik emiten tertentu untuk membeli saham dalam jumlah besar, menipiskan persediaan, lalu menaikkan harga dengan isu menyesatkan. Setelah harga saham melonjak dan menarik investor lain, mereka menjual saham pada titik target untuk meraup keuntungan besar.

Indonesia memiliki regulasi untuk mencegah praktik manipulasi pasar semacam ini, termasuk pada pasar saham dan komoditas. Pasal 91 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan menciptakan gambaran semu atau menyesatkan terkait kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek.