periskop.id - Kata orang, perjuangan terbesar pekerja urban bukan di meja kerja, tapi di perjalanan menuju ke sana. Setiap pagi, rasanya seperti misi bertahan hidup, harus berhadapan dengan macet, panas, dan deadline yang menumpuk.
Namun, begitu sampai kantor, perjuangan belum usai, malah berganti bentuk jadi tekanan, rapat, dan notifikasi tak berkesudahan.
Jadi, kalau disuruh pilih, lebih melelahkan di jalan atau di kantor?
Ternyata jawabannya tak sesederhana itu. Yuk, kita lihat apa kata penelitian!
Macet bukan sekadar bikin kesal, tapi juga bisa menguras otak
Sebuah penelitian oleh Lee et al. (2023) dalam Journal of Environmental Health and Public Health menemukan bahwa semakin lama seseorang menghabiskan waktu untuk bepergian ke tempat kerja, semakin tinggi risiko mereka mengalami stres, depresi, dan kelelahan mental.
Studi ini melibatkan ribuan responden dan menyimpulkan bahwa perjalanan lebih dari 60 menit per hari meningkatkan kemungkinan gangguan kecemasan hingga 33%.
Hal senada juga diungkap dalam studi Wang et al. (2019) di 11 kota besar Amerika Latin. Mereka menemukan pola bahwa durasi perjalanan yang panjang, terutama di transportasi umum yang padat meningkatkan gejala depresi dan menurunkan kepuasan hidup.
Kalau kamu pernah merasa stres duluan sebelum kerja dimulai, itu bukan perasaanmu saja itu fakta ilmiah.
Jangan salah, kantor pun bisa jadi sumber stres yang sama beratnya!
Setelah berhasil melewati macet dan masuk kantor, bukan berarti tantangan selesai. Tekanan pekerjaan, target yang tinggi, rapat beruntun, dan hubungan antarrekan kerja bisa memicu stres bahkan tanpa disadari.
Menurut American Psychological Association (APA, 2022), lebih dari 60% pekerja melaporkan stres kerja yang signifikan dan lebih dari separuh di antaranya mengaitkan stres dengan beban kerja serta kurangnya keseimbangan hidup.
Kalau perjalanan bisa bikin stres, kantor pun nggak kalah menantang. Hanya saja, bentuk capek-nya berbeda, lebih ke mental dan tekanan target.
Menemukan titik seimbang: bukan hanya soal jarak, tapi cara bekerja
Sebuah ulasan sistematis oleh Liu et al. (2022) dalam International Journal of Environmental Research and Public Health menemukan bahwa bukan hanya durasi perjalanan yang berpengaruh, tetapi juga bagaimana seseorang menempuhnya.
Orang yang berjalan kaki atau bersepeda ke kantor dilaporkan memiliki tingkat stres dan tekanan darah lebih rendah dibanding pengguna kendaraan bermotor.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang tak bisa menghindari perjalanan panjang atau beban kerja berat?
Solusinya bisa datang dari sistem kerja yang lebih fleksibel. Riset International Workplace Group (IWG, 2024) mencatat bahwa pekerja yang menjalani sistem hybrid working (bekerja sebagian dari rumah, sebagian di kantor) mengalami penurunan stres hingga 30% dan peningkatan produktivitas sebesar 24%.
Jadi, mana yang lebih bikin stres?
Jawabannya adalah dua-duanya bisa sama melelahkan, tergantung kondisi dan cara kita menjalaninya. Perjalanan panjang tanpa kontrol bisa menurunkan mood sebelum kerja dimulai, sementara tekanan kerja bisa menguras energi mental bahkan ketika kamu duduk diam di kursi kantor.
Kuncinya ada pada keseimbangan memahami batas diri, mengelola waktu, dan jika memungkinkan, mencari sistem kerja yang memberi ruang fleksibilitas. Baik itu dengan pindah lebih dekat ke kantor, memilih moda transportasi yang lebih nyaman, atau memanfaatkan opsi kerja hybrid. Semuanya bisa membantu menjaga kesehatan mental tetap stabil.
Tinggalkan Komentar
Komentar