Periskop.id- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, pihaknya memilih fokus pada penindakan terhadap praktik impor ilegal di Pelabuhan. Dengan kata lain, ia tidak menindak penjualan barang di pasar.
“Saya nggak akan ke pasarnya. Saya cuma di pelabuhan saja. Nanti kalau suplai berkurang kan otomatis (barang ilegalnya) itu berkurang,” kata Purbaya di Jakarta, Senin (27/10) seperti dilansir Antara.
Seiring dengan makin sedikitnya barang ilegal yang beredar, lanjut Purbaya, konsumen secara perlahan akan beralih mencari produk lainnya. Dia yakin cara ini efektif untuk mengentaskan peredaran barang impor ilegal, khususnya pakaian dan tas bekas (balpres) ilegal.
Lebih lanjut, Purbaya mengaku belum berencana berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, lantaran penindakannya masih di area Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang merupakan instansi di bawah naungannya. Bendahara negara tersebut juga mengaku tidak menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk hal ini, mengingat penindakan dilakukan terhadap barang yang seharusnya tidak berada di aktivitas perekonomian.
Kendati begitu, Purbaya tak menutup ruang penyesuaian terhadap kondisi riil di lapangan. “Itu kan ilegal. Eksekusi sesuai dengan pelanggarannya. Nanti kami perketat peraturan yang katanya ada kelemahan hukum, tapi bisa kami akali deh di lapangan seperti apa,” tuturnya.
Sebelumnya, Purbaya menyampaikan bakal menerapkan sanksi berupa denda terhadap importir balpres ilegal.Purbaya menilai langkah yang diambil dalam menindak importir ilegal selama ini tidak menguntungkan negara. Maka, dia mencari cara agar penindakan aktivitas ilegal itu bisa memberikan keuntungan.
Purbaya pun menyebut telah memiliki daftar pemain dalam aktivitas impor balpres ilegal. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini bakal memblokir pemain-pemain tersebut agar tidak lagi bisa mengakses aktivitas impor.
Lebih lanjut, Purbaya menegaskan kebijakannya ini bertujuan untuk menghidupkan kembali pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) legal yang juga bisa menciptakan tenaga kerja. Terutama produsen industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Merespons itu, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman berharap langkah yang diambil Purbaya dapat menjadi angin segar bagi pelaku UMKM di Indonesia. Menurutnya, langkah yang terpenting untuk saat ini adalah menutup pintu masuk barang-barang impor yang membahayakan UMKM.
Industri TPT
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung rencana pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, untuk menindak tegas praktik impor ilegal pakaian bekas. Menurutnya, hal ini karena bisa memacu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) domestik.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Saleh Husin dalam pernyataan di Jakarta, Minggu (26/10) mengatakan, langkah tersebut merupakan bentuk perlindungan yang adil bagi industri TPT. Pasalnya, industri TPT selama ini dirugikan oleh maraknya peredaran barang bekas impor berharga murah.
“Dari perspektif dunia usaha, rencana pemerintah untuk menindak impor ilegal pakaian bekas tentunya sangat baik, terutama bagi pelaku industri TPT dalam negeri. Langkah ini dianggap sebagai bentuk perlindungan yang adil terhadap industri nasional yang selama ini harus bersaing dengan produk pakaian bekas impor berharga murah dan tidak memenuhi standar,” tuturnya.
Menurut Saleh, praktik impor ilegal pakaian bekas selama bertahun-tahun telah menekan harga di pasar domestik dan menggerus keuntungan produsen lokal. Karena itu, penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat menciptakan ekosistem bisnis yang patuh terhadap aturan.
Ia menjelaskan, bagi industri TPT formal, kebijakan ini penting untuk memulihkan permintaan terhadap produk lokal. Dengan berkurangnya banjir barang bekas impor, pasar dalam negeri diharapkan kembali menyerap produk pabrikan nasional
Dia juga menyoroti tantangan bagi pelaku usaha kecil dan pedagang thrift yang selama ini bergantung pada bisnis pakaian bekas impor. Menurutnya, kebijakan ini perlu dibarengi dengan program transisi yang realistis agar tidak menimbulkan dampak sosial ekonomi yang besar.
“Dunia usaha kecil menilai bahwa penegakan hukum perlu diimbangi dengan program transisi yang realistis, misalnya bantuan modal, pelatihan produksi atau pemasaran produk lokal, serta kemitraan dengan produsen tekstil dalam negeri. Tanpa langkah pendamping seperti itu, kebijakan pelarangan bisa menimbulkan resistensi sosial dan kehilangan sumber penghidupan bagi ribuan pedagang kecil,” bebernya.
Ia menambahkan, selain aspek penindakan, pemerintah juga perlu memperhatikan daya saing industri tekstil nasional. Faktor seperti harga bahan baku, efisiensi logistik, biaya energi, dan ketersediaan tenaga kerja terampil masih menjadi tantangan yang perlu dibenahi agar industri lokal mampu bersaing secara sehat di pasar.
Saleh menilai, keberhasilan kebijakan tersebut akan bergantung pada keseimbangan antara penegakan hukum yang konsisten dan pemberdayaan pelaku industri serta pedagang lokal.
“Jika dijalankan dengan pendekatan yang komprehensif, kebijakan ini tidak hanya melindungi industri TPT dari praktik curang, tetapi juga dapat menjadi momentum untuk memperkuat daya saing dan kemandirian industri nasional secara berkelanjutan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menyampaikan dukungan penuh kepada pemerintah agar langkah tersebut benar-benar dijalankan secara konsisten. “Ayo, gas terus Mas Purbaya, semoga industri dalam negeri bangkit dan maju,” tandasnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar