Periskop.id - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini memberikan perhatian lebih besar terhadap perlindungan kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, dan lanjut usia (lansia). 

Sejumlah pasal baru di Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP secara khusus mengatur hak-hak mereka dalam proses hukum, sebuah langkah yang belum pernah diakomodasi secara komprehensif dalam KUHAP lama.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan bahwa reformasi KUHAP ini dirancang untuk memastikan akses keadilan yang setara bagi semua pihak.

“Di KUHAP yang baru ini kita sudah melakukan akomodasi maksimal terhadap kelompok rentan. Dalam RUU (KUHAP) ini kita mencantumkan pengaturan spesifik untuk kelompok rentan, penyandang disabilitas,” ujar Habiburokhman dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026, Selasa (18/11).

Pasal 145 ayat (1) menegaskan hak penyandang disabilitas untuk memperoleh pelayanan, sarana, dan prasarana yang disesuaikan dengan ragam disabilitasnya. Selain itu, Pasal 228 ayat (1) memberikan dasar hukum bagi pengangkatan pendamping disabilitas sebagai juru bahasa untuk memastikan komunikasi berjalan efektif selama proses pemeriksaan hukum.

Kebaruan lain muncul pada Pasal 236, yang memberikan hak kepada penyandang disabilitas untuk menjadi saksi meskipun kesaksiannya tidak didasarkan pada pengalaman langsung, seperti melihat atau mendengar peristiwa yang terjadi.

“Ada kekhususan untuk penyandang disabilitas dalam bersaksi. Kalau saksi orang biasa harus melihat sendiri, mengalami sendiri, mendengar sendiri. Khusus untuk disabilitas, klausul tersebut tidak berlaku karena mereka memiliki kemampuan untuk mengenali seseorang atau melihat situasi tanpa pancaindra,” jelas Habiburokhman.

Selain kelompok disabilitas, KUHAP baru juga memperluas perlindungan terhadap kelompok perempuan dan lansia. Pasal 147 ayat (2) menjamin hak perempuan untuk terbebas dari perlakuan merendahkan, menyalahkan, dan mengintimidasi, serta memberikan hak pendampingan dengan mempertimbangkan kebutuhan berbasis gender. 

Sementara itu, Pasal 148 ayat (2) mengatur hak lansia untuk mendapatkan layanan dan prasarana khusus selama proses hukum.

KUHAP baru juga menambah kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk melakukan asesmen terhadap kebutuhan khusus kelompok rentan. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 5 huruf d dan Pasal 7 huruf n, yang memberi wewenang kepada penyelidik dan penyidik untuk melakukan asesmen serta memberikan rujukan hukum yang sesuai.