periskop.id - Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Ira Puspadewi dijatuhkan vonis pidana penjara 4,5 tahun dalam perkara dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) 2019-2022. Vonis ini mencuri perhatian publik lantaran kasus yang menjerat Ira sama seperti Tom Lembong.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan pengusutan kasus yang menjerat Dirut PT ASDP telah dilakukan sesuai hukum berdasarkan alat bukti. Asep juga menyampaikan, perkara akuisisi ini juga telah melalui hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

“Perkara ini kami bukan perkara yang nyari-nyari perkara khusus ASDP, ini bukan. Ini perkara ini berasalkan, awalnya itu dari hasil audit. Auditor BPKP diberikan kepada kami bahwa di hasil audit itu ada kemungkinan fraud, ada kemungkinan tindak pidana. Nah setelah itu, dari berbekal dari adanya hasil audit itu, kami lakukan pendalaman penyidikan. Kemudian kami juga meminta perhitungan kerugian keuangan negaranya kepada BPKP,” kata Asep, di Gedung KPK, Senin (24/11).

Asep mengatakan, pihak ASDP telah mengubah dan melonggarkan peraturan agar kerja sama usaha (KSU) ini bisa dilaksanakan dengan PT JN. 

“Bahwa 6 Maret 2019, disahkan perubahan Keputusan Direksi Nomor 35 menjadi Keputusan Direksi Nomor 86. Perubahan ini bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU antara PT ASDP dan PT JN dengan cara menambahkan ketentuan pengecualian. Jadi di pasal-pasalnya itu ada yang dikecualikan. Dari yang seharusnya kalau pakai Keputusan Direksi Nomor 35 tidak bisa dilakukan KSU, tetapi dengan diubah dulu menjadi KSU 86, maka KSU-nya bisa dilaksanakan karena ada yang dikecualikan,” jelas Asep.

Lalu, pada rentang waktu April-Oktober 2019, Ira kembali mengesahkan Keputusan Direksi KD.237/HK.002/ASDP.2019 tentang Pedoman Kerja Sama di Lingkungan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menggantikan Keputusan Direksi Nomor KD.86/HK.201/ASDP.2009. Perubahan ini membuat perlindungan terhadap PT ASDP terkait KSU dengan PT JN. 

“Keputusan tersebut menghapus ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU yang muncul pada beberapa pasal pada pedoman kerja sama Nomor 86. Jadi hanya waktu Keputusan Direksi Nomor 86 ini hanya berlaku 7 bulan. Kemudian diubah lagi dengan Keputusan Direksi Nomor 237. Nah, dalam Keputusan Direksi Nomor 237, kembali lagi pada ketentuan awal, ketentuan yang 35,” tutur Asep. 

Asep juga menunjukkan foto-foto sebagai pembanding antara kapal milik PT JN dengan PT ASDP. Selain foto, Asep juga menunjukkan usia-usia kapal secara rinci dalam selembar kertas yang datanya diperiksa melalui International Maritime Organization (IMO). Dari data tersebut, KPK menemukan adanya manipulasi usia kapal.

“Jadi kapal yang digunakan untuk penyeberangan ada yang tahun 1959, sudah lebih dari 60 tahun gitu. Dan itu kan juga sangat berbahaya. Yang dipertaruhkan itu adalah nyawa para penumpang,” kata Asep.

Dari data tersebut, PT JN memanipulasinya agar kapal memiliki usia tahun pembuatan lebih muda.

“Jadi PT JN ini kemudian memanipulasi data bahwa data yang diberikan oleh PT JN ini tahunnya lebih muda, dimudakan. Tapi ini tidak dilakukan pengecekan sama timnya yang dari PT ASDP waktu,” ujar dia. 

Asep juga menyebutkan, dari puluhan kapal yang diakuisisi oleh PT ASDP, beberapa di antaranya memiliki status perbaikan dan tidak bisa digunakan. 

“Ini ada 53 kapal ya, ada 53 kapal, tetapi 16 kapalnya itu docking. Masih docking, jadi masih dalam perbaikan, belum bisa dikeluarkan,” lanjut Asep.

Lebih lanjut, Asep membandingkan antara kapal milik PT ASDP dan PT JN yang diakuisisi dengan harga lebih mahal, meskipun sudah berusia lebih tua. 

“Di sini saya ambil contoh yang ini dengan gross tonnage yang sama. Misalkan, ini kapal Portlink 5 milik ASDP, tahunnya 2011, harganya Rp100 miliar (Rp100.341.900.000). Kita bandingkan dengan kapalnya JN yang dibeli oleh atau diakuisisi ASDP, Kapal Mabuhay Nusantara, tahunnya 1990. Dari tahunnya juga lebih tua. Harganya ini Rp108 miliar (Rp108.969.200.000),” ungkap Asep.

Asep juga mengungkapkan neraca keuangan dari PT JN selama periode 2021-2024 yang menunjukkan kerugian. 

“Di tahun 2021 keuangannya rugi Rp110 miliar (Rp110.618.142.611). Pada 2022 rugi Rp126 miliar (Rp126.218.583.196). Dan 2023 baru ada laba Rp9 miliar (Rp9.891.960.117). Pada 2024 ini rugi, tapi masih dalam audit, Rp35 miliar (Rp35.525.080.250). Jadi neraca dari perusahaannya selama 3 tahun ini nih, jadi 3 dari 4 tahun ini keadaannya rugi,” ujar Asep.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP 2019–2022.

Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT ASDP (2017–2024) Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP (2019–2024) Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP (2020–2024) Harry Muhammad Adhi Caksono, dan pemilik PT JN bernama Adjie.

Dikutip Antara, KPK mengungkapkan, nilai akuisisi PT JN oleh PT ASDP sebesar Rp1,272 triliun dengan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut mencapai Rp893 miliar.

Sementara itu, KPK telah melimpahkan berkas perkara untuk tiga tersangka dari PT ASDP ke jaksa penuntut umum. Hanya Adjie yang awalnya belum ditahan oleh KPK karena alasan kesehatan. Lalu, pada 21 Juli 2025, KPK mengumumkan Adjie telah menjadi tahanan rumah untuk jangka waktu karena kesehatannya.

Kemudian, 6 November 2025, Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara. Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi.

Lalu, akhirnya Ira Puspadewi divonis pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan. Sementara itu, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing dijatuhi pidana 4 tahun penjara.

Adapun, ketiga terdakwa diduga merugikan negara senilai Rp1,25 triliun. Perbuatan korupsi para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan Adjie sebagai pemilik manfaat PT JN. Perbuatan melawan hukum dilakukan dengan mempermudah pelaksanaan kerja sama operasi (KSO) antara PT ASDP dan PT JN sehingga memperkaya Adjie senilai Rp1,25 triliun.