periskop.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memeriksa Laras Faizati (27) sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penghasutan bertajuk “Bakar Mabes Polri”, Senin (15/12). Dalam persidangan tersebut, Laras membeberkan dampak serius yang dialaminya setelah diduga menjadi korban doxing usai mengunggah konten media sosial saat demonstrasi di Jakarta.

Di hadapan majelis hakim, Laras mengaku mulai mengalami doxing setelah mengunggah empat Instagram Story melalui akun pribadinya, @larasfaizati, saat aksi demonstrasi memuncak pada 29 Agustus 2025. Ia menyebut, serangan pertama datang melalui pesan langsung dari sebuah akun bernama “irma” yang menghubunginya secara pribadi.

Laras mengaku tidak mengenal pemilik akun tersebut. Namun, ia terkejut karena dalam keterangan profil akun tersebut tertulis sebagai anggota polisi wanita.

“Saya tidak tahu siapa Irma ini, tapi di bio-nya tertulis polwan. Jadi saya mengasumsikan bahwa Irma ini adalah polwan,” ujar Laras dalam persidangan.

Pesan yang diterima Laras dari akun tersebut berisi ancaman. Informasi tersebut juga ditampilkan saat persidangan hari ini.

“Gue punya kuasa buat block SKCK lo. Lo tunggu Senin. Lo di AIPA kan? You’re done, bitch,” demikian isi pesan yang dibacakan di persidangan.

Tak hanya itu, persidangan juga mengungkap bentuk doxing lain yang dialami Laras. Sebuah akun Instagram bernama 404_notfound_ disebut mempublikasikan data pribadi Laras melalui Instagram Story. Data tersebut meliputi nomor telepon, tanggal lahir, alamat domisili, nama lengkap, hingga nomor paspor.

Laras menyatakan doxing tersebut berdampak besar terhadap kehidupannya. Ia mengaku kehilangan pekerjaan dan mengalami tekanan psikologis yang berat. Sebagai tulang punggung keluarga, kondisi tersebut membuatnya merasa gagal menjalankan tanggung jawabnya.

“Saya merasakan dampak yang sangat besar dari kasus ini. Saya harus kehilangan pekerjaan saya, saya harus kehilangan waktu saya sebagai anak muda,” tutur Laras.

Ia juga mengaku hidup dalam ketakutan setiap hari, khawatir keselamatan dirinya dan keluarganya terancam akibat penyebaran data pribadi tersebut.

Dalam keterangannya, Laras menyampaikan kekecewaan terhadap proses hukum yang menjerat dirinya. Ia menegaskan unggahan media sosial yang dipermasalahkan merupakan bentuk luapan emosi atas peristiwa yang menimpa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang dilaporkan terlindas kendaraan taktis Brimob Polri saat aksi berlangsung.

“Saya selalu bangga menjadi warga negara Indonesia. Tapi ketika saya buka suara untuk mengekspresikan kekecewaan saya, saya malah ada di sini. Saya juga khawatir akan masa depan saya dan keamanan keluarga saya,” kata Laras.

Laras mempertanyakan mengapa dirinya justru menghadapi ancaman pidana berat, sementara pihak-pihak yang diduga melakukan kekerasan di lapangan tidak mendapat hukuman setimpal.

Sebelumnya, anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Mahfud MD, menyatakan komisinya memberikan perhatian khusus terhadap tiga tersangka dalam kasus kerusuhan Agustus 2025, salah satunya Laras Faizati.

Mahfud meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meninjau kembali penetapan status tersangka terhadap Laras. Menurutnya, hal tersebut telah menjadi kesepakatan bersama Kapolri untuk dikaji secara mendalam. 

“Kami sepakat dengan Kapolri agar perkara ini terlebih dahulu ditelaah, termasuk memastikan apakah proses pemeriksaannya sudah tepat,” ujar Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (4/12).

Ia menegaskan, apabila hasil kajian menunjukkan adanya kekeliruan dalam penerapan pidana terhadap Laras, maka langkah hukum terhadap yang bersangkutan akan dievaluasi. 

“Insyaallah akan ditangguhkan setidaknya, bahkan bisa dilepaskan,” kata Mahfud.

Hakim memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada Senin depan, 22 Desember dengan agenda sidang jawaban dari Jaksa Penuntut Umum terkait kesaksian terdakwa.