periskop.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan pesat pada industri pinjaman daring (pindar) atau sebelumnya sering disebut pinjaman online (pinjol) di Indonesia. Hingga September 2025, nilai outstanding pembiayaan daring mencapai Rp90,99 triliun, tumbuh 22,16% secara year on year. Angka ini menjadi bukti tingginya ketergantungan masyarakat terhadap pembiayaan daring.

"Industri pinjaman daring tumbuh signifikan, dengan nilai outstanding mencapai Rp90,99 triliun hingga September 2025," jelas Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, dikutip Sabtu (8/11).

Pertumbuhan pinjaman daring menjadi salah satu pendorong kenaikan total pembiayaan sektor PVML yang tercatat sebesar Rp507,14 triliun, naik 1,07% dibanding tahun sebelumnya. Pembiayaan modal kerja juga meningkat 10,61% year on year (yoy). 

"Periode September tahun ini, pembiayaan modal ventura melonjak hingga 0,21% secara tahunan, dengan total nilai Rp16,29 triliun," tambah Agusman.

Sektor pegadaian juga menunjukkan pertumbuhan signifikan. Hingga September 2025, total penyaluran pembiayaan mencapai Rp111,68 triliun, naik 30,92% dibanding tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, pembiayaan berupa produk gadai mendominasi dengan nilai Rp93 triliun atau 83,28% dari total penyaluran. Agusman menekankan, meski pertumbuhan industri menarik, tingkat profitabilitas dan risiko perusahaan pembiayaan tetap terjaga.

"Rasio Non-Performing Financing (NPF) bruto tercatat 2,47% dan NPF neto 0,84%, sementara rasio gearing perusahaan berada di angka 2,17 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali," ujarnya. 

Tingkat risiko kredit agregat (TP90) berada di posisi 2,82%. Meski begitu, OJK mencatat beberapa perusahaan pembiayaan dan penyelenggara pindar belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum.

"Saat ini terdapat tiga dari 145 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar, dan delapan dari 95 penyelenggara pindar lainnya juga belum memenuhi syarat ekuitas minimum Rp12,5 miliar," kata Agusman.

OJK terus mendorong pemenuhan kewajiban ekuitas melalui injeksi modal dari pemegang saham atau strategic investor yang kredibel. Opsi pengembalian izin usaha juga menjadi langkah terakhir bagi perusahaan yang tidak patuh.

Bukti penerapan sanksi OJK sudah terlihat. PT Dana Syarikat Indonesia (DSD) dijatuhi pembatasan kegiatan usaha (PTA) sejak 15 Oktober 2020 karena keterlambatan pengembalian dana dan pembayaran kepada nasabah. Tak hanya itu, OJK juga mencabut izin usaha PT Crowde Pembangun Bangsa (CMB) karena perusahaan berada dalam pengawasan khusus dan gagal memenuhi kewajiban ekuitas minimum serta ketentuan lainnya dalam jangka waktu yang ditetapkan.