Periskop.id - Industri tembakau memiliki peran ekonomi yang sangat signifikan bagi Indonesia, tidak hanya dari sisi penerimaan negara, tetapi juga penyerapan tenaga kerja.
Selain itu, aktivitas dari adanya industri tembakau, khususnya di sektor hulu, berkontribusi bagi daerah penghasil tembaku. Kontribusi ini diatur melalui mekanisme Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
Menurut Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Edi Sutopo, kontribusi finansial dan ketenagakerjaan industri tembakau sangat vital.
“Industri tembakau menyumbang Rp217 triliun per tahun dari cukai rokok dan melibatkan 6 juta pekerja mulai dari petani, buruh pabrik, hingga pedagang. Industri ini padat karya dan sangat bergantung pada sumber daya dalam negeri,” kata Edi, dalam audiensi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Selasa (23/9), melansir dari laman resmi BRIN, Rabu (24/9).
Dasar Hukum dan Penggunaan DBH CHT
Perolehan negara sebesar Rp217 trilin dari cukai hasil tembakau, kemudian dialokasikan sebagian kepada daerah dalam bentuk DBH CHT.
DBH CHT adalah DBH pajak yang berasal dari penerimaan cukai hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri yang dibagikan kepada provinsi maupaun kabupaten-kota.
Penggunaan DBH CHT diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Pasal 2 PMK 72/2024 mengatur bahwa DBH CHT digunakan untuk mendanai program:
- peningkatan kualitas bahan baku;
- pembinaan industri;
- pembinaan lingkungan sosial;
- sosialisasi ketentuan di bidang cukai;
- pemberantasan barang kena cukai ilegal; dan/ atau
- kegiatan lainnya.
Pasal 3 PMK 72/2024 menjabarkan alokasi program tersebut untuk mendukung bidang tertentu, di antaranya:
- Program peningkatan kualitas bahan baku mendukung bidang kesejahteraan masyarakat.
- Program pembinaan industri mendukung bidang kesejahteraan masyarakat dan bidang penegakan hukum.
- Program pembinaan lingkungan sosial mendukung bidang kesejahteraan masyarakat dan bidang kesehatan.
- Program sosialisasi dan pemberantasan barang kena cukai ilegal mendukung bidang penegakan hukum.
Pasal 5 PMK 72/2024 merinci kegiatan yang didanai, termasuk:
- Peningkatan kualitas bahan baku, seperti pelatihan, penanganan panen dan pasca panen, penerapan inovasi teknis, dan dukungan sarana prasarana pertanian.
- Pembinaan lingkungan sosial untuk kesejahteraan masyarakat, meliputi pemberian bantuan (termasuk bantuan langsung tunai, jaminan perlindungan produksi, dan jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan) serta peningkatan keterampilan kerja (pelatihan, bantuan modal usaha, dan bantuan bibit/benih/pupuk dalam rangka diversifikasi tanaman).
- Penerima bantuan ini ditujukan kepada buruh tani tembakau, buruh pabrik rokok (termasuk yang terkena PHK), dan/atau anggota masyarakat lainnya (termasuk petani cengkeh dan buruh tani cengkeh).
Mengapa DBH CHT Sangat Penting?
DBH CHT memiliki peran krusial karena merupakan mekanisme earmarking (alokasi khusus) yang memastikan dana yang dikumpulkan dari cukai tembakau kembali dimanfaatkan untuk mengatasi dampak negatif dari industri tersebut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlibat langsung.
PMK 72/2024 Pasal 11 ayat (1) mengatur bahwa penggunaan anggaran DBH CHT didistribusikan sebagai berikut:
- Sebesar 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat (dengan alokasi 20% untuk peningkatan kualitas bahan baku/pembinaan industri/keterampilan kerja, dan 30% untuk kegiatan pemberian bantuan).
- Sebesar 10% untuk bidang penegakan hukum.
- Sebesar 40% untuk bidang kesehatan.
Peraturan ini juga memberikan fleksibilitas, di mana kelebihan anggaran di bidang penegakan hukum atau kegiatan pemberian bantuan dapat dialihkan ke bidang kesejahteraan masyarakat atau kesehatan (Pasal 11 ayat (4) dan (5)).
Pembagian DBH CHT Tiap Provinsi Tahun Anggaran 2025
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2025 Tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2025, total DBH CHT tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp6.4 triliun.
Adapun 10 provinsi dengan alokasi DBH CHT terbesar (akumulasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di tiap provinsi) adalah:
Provinsi | Nilai (Rp Miliar) |
---|---|
Jawa Timur | 3.578,0 |
Jawa Tengah | 1.462,0 |
Jawa Barat | 619,0 |
Nusa Tenggara Barat | 610,9 |
Sumatera Utara | 31,1 |
Aceh | 23,5 |
Sulawesi Selatan | 22,6 |
DI Yogyakarta | 22,1 |
Nusa Tenggara Timur | 7,8 |
Lampung | 4,8 |
Tinggalkan Komentar
Komentar