periskop.id - Beberapa peserta aksi dalam “Lawan Pembredelan Media: Dukung Tempo, Selamatkan Kebebasan Pers!” membawa poster-poster sebagai bentuk protes di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (3/11).

Poster-poster tersebut sebagai bentuk wadah massa aksi mengungkapkan kekecewaannya terhadap Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang menggugat PT Tempo Inti Media Tbk.

Salah satu poster tersebut bertuliskan “Rezim Otoriter Takut terhadap Media yang Kritis”. Dari poster tersebut, massa aksi menunjukkan kekecewaannya lantaran masa pemerintahan sekarang tidak lagi menerapkan nilai demokrasi, tetapi menjadi otoriter. Negara dengan nilai otoriter ini takut terhadap kritisnya media-media yang mengungkapkan fakta terhadap kinerja pemerintah.

“Lawan Pembredelan Gaya Baru,” tulis poster lainnya.

Poster lainnya juga menunjukkan kekecewaan massa aksi terhadap kebebasan pers yang semakin direnggut oleh negara. Padahal, kebebasan pers adalah hak asasi manusia.

“Kebebasan Pers adalah Hak Asasi Manusia, Jangan Digugat!,” tulis poster tersebut.

Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga membawa poster besar bertuliskan, “Soeharto + Prabowo, tangkap aktivis dan bredel media. Prabowo + Amran, tangkap aktivis dan gugat media.”

Poster tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan Soeharto dan Prabowo sama-sama otoriter. Bahkan, kedua masa pemerintahan ini takut akan kebenaran dari aktivis dan wartawan sehingga memilih membredel dan menggugat media.

Selain itu, terdapat pula beberapa poster lainnya yang dibawa massa aksi, yaitu:

 

  1. “#Gugat Rp200 Miliar = Bangkrutkan Media = Bredel Gaya Baru”
  2. “Pers Bukan Humas Pemerintah”
  3. “Mentan Amran Sulaiman Tidak Memiliki Hak untuk Menggugat Tempo”
     

Pada kesempatan yang sama, salah seorang pengurus AJI Indonesia, Asnil Bambani, turut berorasi menyampaikan kekecewaannya terhadap Amran yang menggugat Tempo.

Menurut Asnil, Undang-Undang Pers lahir dari hak publik untuk bersuara. Pers adalah wakil publik.

“Jadi wakil publik tidak hanya antara dewan di Senayan yang sering berkhianat dan sampai saat ini masih berkhianat,” ungkap Asnil, saat berorasi, di depan PN Jaksel.

Asnil menyebut, pers hadir dari perut reformasi sehingga menjadi anak kandung dari reformasi dan berperan untuk mengontrol. Namun, jika peran kontrol ini dihapus atau dilawan oleh eksekutif, rezim otoriter di Indonesia muncul kembali.

“Berarti kita berhadapan dengan kekuatan yang ingin menghidupkan otoriter. Apakah kita diam dengan otoriter? Tidak,” tegas Asnil.

Sebelumnya, PT Tempo Inti Media Tbk. digugat oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman atas pemberitaan “Poles-Poles Beras Busuk”. Dari gugatan ini, pihak Amran meminta Tempo membayar ganti rugi senilai Rp200 miliar.