periskop.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, mengaku menjalankan tugas sebagai pimpinan KPK dengan kolektif kolegial.

“Karena kolektif kolegial di sini makanya di sini (KPK) paling susah untuk mau diintervensi. Dan selama ini, sepengetahuan saya, tidak ada intervensi. Makanya, karena dikatakan KPK adalah lembaga negara yang berada dalam rumpun eksekutif,” kata Tanak, kepada wartawan, di Gedung KPK, Rabu (5/11).

Tanak menegaskan, meskipun berada dalam rumpun eksekutif, tetapi KPK bukan pembantu presiden.

“Sehingga tidak ada hubungan kerja, hanya membuat laporan akhir tahun saja kepada presiden. Makanya, presiden tidak pernah mengintervensi apa yang dikerjakan oleh KPK,” tegas Tanak.

Tanak memberikan contoh yang menunjukkan sikap presiden tidak mengintervensi KPK dalam kasus Hasto Kristiyanto.

“Contoh, ketika KPK menangani perkara tersangka dari Partai Merah. Nah, Pak Hasto, kan kita tidak diintervensi. Setelah putusan pengadilan, baru Presiden dalam konteks sebagai kepala negara menggunakan haknya sesuai Undang-Undang 1945 berupa amandemen, abolisi, dan rehabilitasi. Beliau menggunakan amandemen. Tidak ada intervensi karena itu hak datang dari presiden,” tutur dia.

Bahkan, Tanak menyampaikan, Presiden Prabowo, tidak pernah mengatakan kalimat-kalimat yang bermakna intervensi, seperti “Kamu lagi melakukan penyelidikan kan, berhentikan itu”. Prabowo malah mendukung KPK untuk mengungkap kasus dugaan korupsi.

“Namun, jika presiden menggunakan haknya, sesuai Undang-Undang 1945. Itu hak beliau. Tapi itu bukan dalam artian intervensi. Intervensi tidak pernah ada,” ucap Tanak.