periskop.id - Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Indonesia harus segera memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Kepemilikan SLHS dinilai penting untuk menjamin standar kebersihan dan kesehatan di setiap dapur SPPG, sekaligus menjadi perhatian langsung Presiden Prabowo Subianto.
“Kami memberi waktu satu bulan kepada Mitra/Yayasan di semua SPPG agar mereka mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan,” kata Wakil Ketua BGN Bidang Investigasi dan Komunikasi Publik, Nanik Sudaryati Deyang, dalam keterangannya, Rabu (12/11).
Menurut Nanik, kepemilikan SLHS pada setiap SPPG sangat penting. Sebab, persoalan higiene dan sanitasi menjadi isu sensitif di tengah masyarakat. Bahkan, kepemilikan SLHS pada setiap SPPG juga menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Karena itu, Nanik menghimbau para Kepala SPPG beserta Mitra/Yayasan pengelola untuk peduli tentang pentingnya SLHS.
“Kalau ada SPPG yang tidak segera mendaftar dalam 30 hari ke depan, dapurnya akan kami tutup sementara,” jelasnya.
SLHS adalah dokumen resmi yang diterbitkan Dinas Kesehatan setempat untuk menyatakan bahwa suatu usaha yang berkaitan dengan makanan, minuman, serta fasilitas umum telah memenuhi standar higiene dan sanitasi.
Sertifikat ini wajib dimiliki oleh usaha tersebut, karena menjadi bukti bahwa usaha itu memenuhi standar kebersihan dan kesehatan. Menurut ketentuannya, sertifikat berlaku satu tahun dan harus diperpanjang agar usaha tetap legal.
Sejak program MBG diterapkan Pemerintah Presiden Prabowo Subianto pada 6 Januari 2025 lalu, setiap SPPG yang menjadi pelaksana program MBG di lapangan juga diwajibkan untuk memiliki SLHS. Pengurusan SLHS dimulai dari kelengkapan dokumen, pemeriksaan lapangan, hingga pengujian laboratorium.
“Setiap SPPG harus memiliki SLHS, karena menjadi bukti bahwa SPPG itu telah memenuhi standar kebersihan dan kesehatan,” kata Nanik.Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada lebih dari 14 ribu SPPG yang sudah beroperasi, namun baru sekitar 4.000 yang mendaftarkan SLHS ke Dinas Kesehatan setempat.
“Dari jumlah itu, baru 1.287 SPPG yang memperoleh SLHS, dan ada sekitar 10 ribu SPPG yang belum mendaftar,” kata Nanik.
Atas laporan Kemenkes tersebut, BGN kemudian memerintahkan para Kepala SPPG di seluruh Indonesia untuk segera mengurus pendaftaran SLHS bersama Mitra/Yayasan.
“Para Kepala SPPG harus menginformasikan, menghimbau, dan mendorong Mitra/Yayasan yang belum mendaftarkan SLHS untuk SPPG-nya agar sesegera mungkin mengurus ke Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat,” tegasnya.
Regulasi SLHS diatur melalui Permenkes No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 dan Permenkes No. 2 Tahun 2023. Peraturan ini mengatur standar higiene dan sanitasi pada jasa boga, termasuk kewajiban usaha makanan untuk memenuhi persyaratan kesehatan.
Selain peraturan tingkat nasional, pemerintah daerah juga berwenang menetapkan aturan tambahan melalui Perda. Perda mengatur prosedur teknis pengajuan SLHS, biaya retribusi, hingga detail pemeriksaan yang dilakukan.
Tinggalkan Komentar
Komentar