Persikop.id - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menegaskan komitmennya dalam memperketat pengawasan terhadap penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Khususnya terkait kepatuhan lembaga keuangan dalam menerapkan kebijakan pembiayaan tanpa agunan untuk plafon di bawah Rp100 juta.
Wakil Menteri UMKM Helvi Moraza di Jakarta, Rabu (5/11) menyatakan, Kementerian UMKM telah berulang kali mengingatkan bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) agar mematuhi ketentuan tersebut.
"Kami sangat keras memperingatkan kepada Himbara dan lembaga keuangan penyelenggara KUR untuk mematuhi ketentuan tersebut. Kepala bank penyelenggara sudah kami minta agar menginstruksikan cabang-cabangnya agar tidak lagi meminta agunan untuk KUR di bawah Rp100 juta," ujar Helvi.
Ia juga menyoroti adanya indikasi penyaluran KUR yang tidak merata dan cenderung terpusat pada kelompok tertentu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementerian UMKM telah melakukan monitoring di berbagai wilayah, termasuk Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
"Besok, insyaallah saya ke Denpasar untuk melanjutkan monitoring ini," kata dia.
Ia menilai, persoalan KUR bersifat dua arah. Di satu sisi, masih banyak pelaku UMKM yang belum disiplin dalam memenuhi kewajiban pembayaran, sehingga berdampak pada meningkatnya rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor perbankan.
Di sisi lain, lembaga penyalur KUR dinilai terlalu fokus pada pencapaian target penyaluran tanpa memperhatikan kualitas debitur. “Kami dorong semua pihak untuk memberikan masukan. Kami juga telah mengusulkan kepada Komite Kebijakan KUR di Kemenko Perekonomian agar ada terobosan baru demi memastikan KUR berjalan tertib dan efektif,” ujarnya.
Persyaratan Ketat
Keluhan terhadap praktik perbankan yang masih meminta agunan untuk KUR di bawah Rp100 juta sempat disampaikan oleh pelaku usaha. Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero. Ia menyebut, rendahnya pertumbuhan kredit UMKM—yang hanya mencapai 1,3% pada Agustus 2025—bukan karena minimnya minat, melainkan karena ketatnya persyaratan dari pihak bank.
“Kami sudah siapkan data usaha, laporan keuangan sederhana, SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK (Otoritas Jasa Keuangan) lolos, semua administrasi lengkap. Tapi tetap diminta jaminan,” kata Edy di Jakarta, Kamis (23/10).
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa merespons keras laporan dan keluhan dari anggota DPD RI mengenai habisnya kuota Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sejumlah daerah, padahal dana alokasi pemerintah masih tersisa puluhan triliun rupiah. Menkeu mencium adanya indikasi praktik "main-main" oleh pihak perbankan di tingkat cabang.
Dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (3/11), pertanyaan mengenai ketersediaan KUR diajukan oleh salah satu anggota yang menyatakan, jatah KUR sudah habis meski belum akhir tahun. Menanggapi pertanyaan itu, Purbaya merasa heran sebab berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Keuangan, masih tersedia dana KUR yang cukup besar.
“Itu informasi yang salah. Dari catatan yang saya punya, ada dana Rp284 triliun, baru dialokasikan Rp228 triliun, jadi masih ada hampir Rp60 triliun,” jelasnya.
Anggota DPD memperkuat keluhan tersebut dengan mengatakan, masalah ini mungkin disebabkan oleh bank cabang yang belum menerima dana dari bank pusat. Sebab di daerah rata-rata pelaku saha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengeluh kuota KUR sudah habis. Purbaya lantas menduga adanya penyimpangan dalam implementasi di lapangan.
“Nanti saya tanya deh ke Kemenko Perekonomian seperti apa. (Itu berarti ada bank) main-main,” serunya.
Anggota DPD lain juga membagikan pengalaman di salah satu daerah yang dikunjungi selama masa reses, di mana pimpinan bank cabang memberikan informasi yang menyesatkan.
“Jadi di Sumatera Barat langsung rapat dengan pimpinan Bank Himbara cabang di Kabupaten Dharmasraya, jadi ada yang bilang, semuanya bilang habis, padahal baru Oktober, katanya (dana Rp200 triliun) bukan untuk KUR,” jelas salah satu anggota DPD.
Menyambung pernyataan tersebut, muncul laporan lain yang menyatakan bahwa keluhan mengenai kuota KUR yang habis tidak hanya terjadi di daerah, tetapi juga di pusat. Tak hanya itu, ada keluhan lain yang muncul, yakni adanya permintaan agunan bagi UMKM yang mengajukan KUR, padahal pinjaman di bawah Rp100 juta seharusnya tidak memerlukan agunan tambahan.
“Jadi kalo di NTB Pak, UMKM takut ngajuin KUR karena dimintain agunan Pak, meski kurang dari Rp100 juta,” ungkap salah satu anggota DPD.
Purbaya berjanji akan menginvestigasi serius temuan ini dan memberikan peringatan keras kepada pihak bank yang terlibat. “Kalau gitu ini jelas kan KUR ada masalah. Saya akan investigasi seperti apa implementasinya. Kalau mereka main-main, hati-hati saja,” ancam Purbaya.
Ia juga menekankan, praktik tersebut tidak bertanggung jawab karena program KUR adalah program prioritas pemerintah untuk membantu UMKM.
Menkeu menutup diskusi dengan komitmen untuk membereskan masalah tersebut, sekaligus meminta dukungan politik dari anggota DPD jika terjadi kegaduhan akibat penyelidikan ini.
“Kita beresin nanti. Jadi itu suatu yang emang dulu-dulu pengen kita periksa, cuma kan itu bukan program Kementerian Keuangan, nanti kalau ada yang ribut, Bapak-Bapak, Ibu-Ibu (anggota DPD), jagain saya ya,” pungkasnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar