periskop.id - Perampasan aset telah menjadi alat penegakan hukum yang penting bagi berbagai negara di dunia untuk melawan kejahatan terorganisasi, korupsi, dan pencucian uang. Dengan menyita harta hasil kejahatan, negara-negara ini berupaya memutus mata rantai finansial para pelaku kriminal. Berikut adalah tinjauan bagaimana lima negara besar menerapkan peraturan perampasan aset.

1. Amerika Serikat

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (Department of Justice/DOJ) memiliki Program Perampasan Aset (Asset Forfeiture Program/AFP) yang dirancang untuk mencegah dan membongkar jaringan kejahatan dengan merampas properti yang digunakan atau diperoleh dari aktivitas ilegal.

Misi utama AFP adalah menghukum pelaku kriminal dengan merampas properti ilegal, mendorong kerja sama antarlembaga penegak hukum, dan memulihkan aset untuk mengkompensasi korban. Program ini didanai oleh Assets Forfeiture Fund (AFF), yang dibentuk melalui Comprehensive Crime Control Act of 1984.

Perampasan aset di AS memainkan peran penting dalam melawan penjahat siber, pendana terorisme, penipu, pelaku perdagangan manusia, dan kartel narkoba. AFP memastikan bahwa penegakan hukum tetap menjadi pertimbangan utama saat mengejar perampasan aset.

2. Inggris

Inggris memiliki Proceeds of Crime Act 2002 (POCA), undang-undang yang dirancang khusus untuk menargetkan dan mencegah perolehan hasil kejahatan. Aturan ini menjadi bagian dari upaya besar untuk membongkar kejahatan terorganisasi.

POCA dinilai efektif karena cakupannya yang luas, mencakup tidak hanya kejahatan konvensional tetapi juga pencucian uang dan penggelapan pajak. Undang-undang ini memungkinkan penyidik untuk membekukan, merampas aset, dan memulihkan uang yang telah dicuci. POCA juga memuat aturan untuk berbagi informasi antarlembaga guna mendeteksi pencucian uang dengan lebih baik.

Di bawah POCA, ada tiga tindak pidana utama terkait perolehan keuntungan ilegal, yaitu menyembunyikan, mengatur, dan memperoleh hasil kejahatan. Pelanggar POCA dapat dikenai sanksi berupa denda besar dan hukuman penjara hingga 14 tahun.

3. Peru

Peru mengesahkan Dekret Legislatif 1373 (Decreto Legislativo 1373) yang mengatur proses pemutusan hak atas aset (Extinción de Dominio). Aturan ini memungkinkan negara untuk mengambil alih aset yang berasal dari atau ditujukan untuk tindak pidana, seperti korupsi, pencucian uang, dan kejahatan terorganisasi lainnya.

Salah satu fitur unik dari undang-undang ini adalah sifatnya yang otonom dan bersifat perdata-kebendaan. Untuk kasus-kasus tertentu seperti narkotika dan terorisme, proses perampasan aset dapat dilakukan tanpa harus menunggu putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Proses ini juga melindungi hak pihak ketiga yang beritikad baik dan menjamin hak-hak proses hukum bagi pemilik aset.

4. Singapura

Di Singapura, sanksi perampasan aset diatur dalam Prevention of Corruption Act 1960 (PCA) dan Penal Code 1871. PCA memungkinkan pengadilan untuk memerintahkan perampasan hasil kejahatan berdasarkan Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act 1992.

Undang-undang tersebut menyatakan bahwa jika terdakwa terbukti bersalah, pengadilan dapat mengeluarkan perintah perampasan atas manfaat yang diperoleh dari tindak pidana. Aturan ini juga memiliki mekanisme yang memungkinkan pengadilan untuk merampas aset yang tidak proporsional dengan sumber penghasilan yang sah, jika terdakwa tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan.

5. China

China menerapkan sanksi perampasan aset bagi koruptor melalui Pasal 383 Criminal Law of the People’s Republic of China. Pasal ini mengatur hukuman bagi tindak pidana penggelapan, di mana perampasan harta dapat disertakan sebagai sanksi.

Tingkat hukuman, termasuk kemungkinan perampasan aset, bergantung pada jumlah uang yang digelapkan. Misalnya, penggelapan senilai 100.000 yuan atau lebih dapat dihukum penjara minimal 10 tahun atau seumur hidup, dengan kemungkinan perampasan harta. Untuk kasus yang sangat berat, hukuman mati juga dapat dijatuhkan disertai perampasan harta. Aturan ini juga mencakup tindak pidana lain seperti penyuapan dan penerimaan hadiah yang tidak diserahkan kepada negara.