periskop.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) nasional tetap terjaga di tengah tekanan ekonomi global yang melambat. Kondisi tersebut tercermin dari hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Oktober 2025 yang menunjukkan sektor keuangan masih dalam kondisi sehat dan terkendali.
“Rapat Dewan Komisioner yang dilakukan pada 29 Oktober 2025 menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan untuk periode Oktober 2025, Jumat (7/11).
Ia menambahkan, kondisi ini tercermin dari sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan ketahanan sektor keuangan dan fundamental ekonomi nasional yang solid.
Menurut Mahendra, perlambatan aktivitas ekonomi masih terjadi di berbagai kawasan dunia. Meski begitu, IMF dalam laporan World Economic Outlook Oktober 2025 merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan global, seiring dengan kesepakatan perdagangan dan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif.
“Di Amerika Serikat, kinerja ekonomi cenderung melemah, pasar tenaga kerja mulai tertekan, dan beberapa perusahaan mengalami default. Namun, The Fed merespons dengan kebijakan yang lebih akomodatif melalui penurunan suku bunga,” paparnya.
Sementara di Tiongkok, lanjut Mahendra, sejumlah indikator utama di sisi permintaan masih di bawah ekspektasi pasar. “Pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini melambat dengan konsumsi rumah tangga yang tertahan, serta penjualan ritel dan sektor properti yang juga mengalami perlambatan,” ujarnya.
Berbeda dengan kondisi global, perekonomian Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang baik. Mahendra menyebut, pertumbuhan ekonomi nasional pada 2023 tercatat sebesar 5,04%, dengan indeks PMI manufaktur yang tetap berada di zona ekspansif.
“Perlu dicermati bahwa pertumbuhan permintaan domestik masih memerlukan dukungan lebih lanjut seiring dengan moderasi inflasi inti, serta dinamika tingkat kepercayaan konsumen, penjualan ritel, semen, dan kendaraan,” kata Mahendra.
Ia menegaskan, OJK berkomitmen untuk terus mendukung optimalisasi peran sektor jasa keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya melalui perluasan akses pembiayaan.
Mahendra menjelaskan, informasi pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang memuat status pemberian kredit, tidak menjadi satu-satunya acuan dalam menilai kelayakan calon debitur.
“Lembaga keuangan tetap memiliki ruang untuk mempertimbangkan faktor lain seperti karakter, legalitas, arus kas, dan kapasitas pembayaran di masa mendatang. SLIK berfungsi sebagai sumber informasi netral, bukan hambatan bagi pemberian kredit,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mahendra menyampaikan bahwa OJK terus memperkuat koordinasi di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan menjalankan fungsi pengawasan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mencegah risiko sistemik.
Selain itu, OJK juga tengah mengembangkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) versi 3, setelah sebelumnya meluncurkan versi 1 dan 2.
“TKBI versi 3 akan mencakup Technical Screening Criteria untuk tiga sektor Nationally Determined Commitment (NDC), yaitu pertanian, perkebunan, perikanan, dan kelautan, manufaktur atau industrial processes and product use, serta water supply, sewerage, and waste management," jelas Mahendra.
Selain itu, TKBI versi terbaru juga mencakup dua sektor pendukung, yakni information and communication serta professional, scientific, and technical activities.
“Penggunaan istilah dalam bahasa Inggris dimaksudkan agar standar yang kami terapkan memiliki kesetaraan dengan cakupan yang berlaku di tingkat internasional,” tutup Mahendra.
Tinggalkan Komentar
Komentar