periskop.id - Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini mengatakan industri baja nasional sedang dalam kondisi darurat. Ia menyebut penyebab utamanya adalah banjirnya baja impor yang dijual dengan cara tidak adil.
Anggia menjelaskan adanya praktik dumping yakni menjual barang di bawah harga normal untuk menguasai pasar dan predatory pricing dengan menurunkan harga agar pesaing lokal bangkrut.
"Pada tanggal 30 September 2025, yang mana Komisi VI menerima laporan kondisi darurat industri baja nasional akibat banjir impor baja dengan pola perdagangan yang tidak adil. Dumping dan predatory pricing. Industri baja adalah industri strategis nasional," kata Anggia dalam Rapat Kerja Komisi VI, Senin (10/11).
Ia menegaskan baja adalah industri yang sangat penting, bahkan disebut sebagai mother of industry karena hampir semua sektor bergantung pada baja mulai dari konstruksi, infrastruktur, manufaktur, energi, perdagangan, bahkan sampai farmasi dan kosmetik.
"Nah, oleh karena itu, dari berbagai diskusi yang sudah kita lakukan, yang Komisi VI lakukan, fakta yang kita hadapi saat ini memang sangat memprihatinkan," terang Anggia.
Ia menuturkan dari hasil RDP sebelumnya, pihaknya mencatat ada tiga keadaan yang masalah yang kritis. Pertama adalah banjir baja impor dengan harga dumping, bahkan melalui pengelabuhan HS Code dan transisi di kawasan berdasar perdagangan bebas.
Kedua, instrumen perlindungan perdagangan (safeguard) berjalan sangat lambat dan tidak efektif. Proses pemberian bea masuk tambahan (seperti anti-dumping duties) bisa memakan waktu hingga 24 bulan, padahal di negara lain hanya 2–3 bulan (60–90 hari).
"Bahkan ini sampai 24 bulan. Padahal di negara lain bisa memberikan professional duties dalam 60 sampai 90 hari," jelas dia.
Ketiga, penerbitan izin impor tidak memperhitungkan kapasitas produksi baja dalam negeri, sehingga produk lokal kalah bersaing di pasar Indonesia sendiri.
"Maka Komisi VI DPR RI memandang bahwa rapat ini sangat penting, terutama untuk meminta penjelasan dan klarifikasi mengenai penyebab terjadinya tekanan dan industri baja nasional," tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan industri baja merupakan indikator penting kesehatan ekonomi nasional. Kalau permintaan baja menurun, artinya pembangunan dan kegiatan industri juga sedang lesu dan itu tanda ekonomi tidak sehat.
"Jadi kalau kebutuhan atau kepermintaan baja di pasar, di masyarakat ini turun atau berkurang, ini adalah indikator yang tidak sehat bagi program strategis nasional kita. Oleh karena itu, kita harus jaga, kita harus selamatkan, dan kita harus cari langkah yang lebih konkret lagi untuk industri baja nasional," Anggia mengakhiri.
Tinggalkan Komentar
Komentar