periskop.id - Perwakilan Direktorat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ze Eza Yulia Pearlovie mengungkapkan bahwa sektor pertambangan menjadi salah satu pemicu utama lonjakan signifikan kasus malaria di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. 

Menurutnya, lahan bekas galian tambang telah menciptakan genangan air yang menjadi lokasi ideal bagi nyamuk malaria untuk berkembang biak.

Temuan ini disampaikan di tengah penetapan Status Siaga Darurat Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria oleh pemerintah daerah setempat akibat peningkatan kasus yang drastis.

“Salah satu penyebab tingginya kasus malaria adalah lahan bekas pertambangan yang menimbulkan genangan air dan menjadi tempat berkembang biak jentik nyamuk malaria,” kata Eza saat bertemu Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Reni Lamadjido, di Palu, Jumat (12/9), seperti dilansir Antara.

Eza menekankan bahwa lonjakan kasus malaria di Parigi Moutong harus menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan dan tidak bisa dianggap remeh. 

“Terjadi lonjakan kasus yang sangat signifikan di tahun 2025,” tegasnya.

Ironisnya, Kabupaten Parigi Moutong sebenarnya telah berhasil meraih status Eliminasi Malaria pada tahun 2024. 

Namun, data menunjukkan kasus kembali melonjak hingga 75 persen sejak awal 2025. 

Kasus tertinggi tercatat di wilayah Puskesmas Moutong, Desa Lobu, yang mencapai 126 kasus.

Menyikapi kondisi ini, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong telah menerbitkan Surat Keputusan Bupati yang menetapkan status KLB malaria selama 30 hari, terhitung sejak 14 Agustus hingga 12 September 2025. Status ini dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Berdasarkan catatan, wilayah Parigi Moutong memang marak dengan aktivitas pertambangan emas ilegal sejak awal 2024. 

Banyak lubang bekas kerukan alat berat yang ditinggalkan begitu saja oleh penambang, yang kini diduga kuat menjadi sumber penyebaran malaria.