periskop.id - Secara umum, UMK dan UMR ditetapkan melalui perhitungan yang dipertimbangkan melalui berbagai faktor seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, rata-rata konsumsi per kapita dan jumlah penduduk yang bekerja.

Di Indonesia, pemerintah menetapkan UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) yang biasanya lebih tinggi dari UMP (Upah Minimum Provinsi) yang merupakan standar gaji terendah bagi para pekerja di setiap provinsi. Sementara itu, istilah UMR (Upah Minimum Regional) sendiri sebelumnya digunakan untuk menyebut standar upah Minimum, tetapi kini telah digantikan dengan UMP dan UMK.

Lalu, apa sih perbedaan gaji UMK dan UMR? Ini dia penjelasannya.

 

Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)

Sebagai turunan dari UMP, UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) adalah jumlah upah terendah yang wajib diterima pekerja di suatu kabupaten atau kota. Penetapan UMK dilakukan lewat usulan dari bupati atau wali kota yang nantinya akan disahkan oleh gubernur.

Aturan ini mengacu pada Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 yang menjelaskan bahwa Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota bertugas menghitung besaran UMK, lalu hasilnya diberikan kepada bupati atau wali kota untuk kemudian direkomendasikan kepada gubernur.

Selain itu, menurut Pasal 16 ayat (4), bila hasil penetapan UMK ternyata lebih rendah dari UMP, maka wali kota atau bupati tidak boleh mengusulkannya ke gubernur. Dalam hal ini, gubernur berhak menetapkan sendiri UMK jika hasilnya tidak sesuai dengan rumus atau ketentuan yang berlaku.

Secara umum, kenaikan UMP dan UMK dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, sesuai dengan Pasal 25 ayat (2) PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Baik UMP maupun UMK biasanya naik dengan perhitungan yang hampir sama, yaitu mempertimbangkan tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, rata-rata pengeluaran per orang, serta jumlah penduduk yang bekerja.

 

Upah Minimum Regional (UMR)

Istilah UMR (Upah Minimum Regional) dulunya digunakan untuk menyebut upah minimum yang berlaku di tingkat provinsi, termasuk kabupaten dan kota.

Aturan UMR awalnya tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 1 Tahun 1999, lalu direvisi menjadi Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No. 226 Tahun 2000. Revisi ini mengubah beberapa pasal dalam aturan sebelumnya, seperti Pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20, dan 21 yang semuanya membahas tentang ketentuan upah minimum di Indonesia.

Dalam aturan tersebut, dijelaskan UMR ditetapkan oleh gubernur dan digunakan untuk acuan upah bagi para pekerja di wilayahnya. Namun, sejak adanya perubahan peraturan, sistem pengupahan dengan istilah UMR sudah tidak digunakan lagi secara resmi dan saat ini diganti dengan UMP dan UMK.

Walaupun istilah UMR sudah tidak lagi dipakai secara resmi untuk menyebut upah minimum di suatu daerah, banyak orang yang masih menggunakan istilah ini untuk menyebut gaji atau upah minimum. Sekarang, istilah UMR telah digantikan dengan UMP untuk tingkat provinsi (tingkat I) dan UMK untuk tingkat kabupaten/kota (tingkat II).

 

Mana yang Lebih Tinggi, UMK atau UMR?

Jika kamu masih bingung soal perbedaan gaji UMK dan UMR, penting untuk tahu bahwa istilah UMR (Upah Minimum Regional) sudah tidak digunakan lagi secara resmi. Sekarang, sistem pengupahan di Indonesia memakai istilah UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota).

Dalam praktiknya, UMK biasanya lebih tinggi dibandingkan UMP, karena perhitungannya menyesuaikan dengan kondisi ekonomi di setiap daerah seperti tingkat inflasi, biaya hidup, dan kebutuhan masyarakat lokal. Jadi, meskipun banyak orang masih menyebutnya UMR, yang berlaku sekarang adalah UMP dan UMK, dan perbedaan gaji di tiap wilayah bergantung pada kebijakan serta kemampuan ekonomi daerah tersebut.