Periskop.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencatat, lebih dari 1.500 perempuan dan anak menjadi korban kekerasan. Jumlah tersebut merupakan kasus yang sudah ditangani Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) sejak Januari hingga pertengahan September 2025.
"Data PPPA hingga 12 September 2025 mencatat lebih dari 1.500 korban kekerasan yang kami sudah tangani. Anak itu tidak hanya laki-laki saja, itu juga anak perempuan," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta Iin Mutmainah di Jakarta, Selasa (16/9).
Iin saat menjadi pembicara pada acara Bicara Kota Series #18 bertema "Feminist Urbanism: Mewujudkan Kota yang Adil Gender" mengatakan, tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat setiap tahun. Pada tahun 2024, terdapat 2.041 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, atau naik dari tahun 2023 yakni sebanyak 1.682 kasus.
Dia berpendapat, tren kenaikan ini salah satunya menunjukkan, masyarakat sudah berani melapor pada pihak berwenang karena edukasi terkait perlunya melapor bila menjadi korban kekerasan.
"Warga sudah berani speak up (bicara). Jadi, pengetahuan sudah menyampaikan ke mereka, edukasi dari Dinas DPAPP DKI, dan semua organisasi perangkat daerah (OPD) yang lain yang terkait untuk menyuarakan secara masif (terkait kekerasan)," kata dia.
Di sisi lain, Pemprov DKI menyediakan kanal-kanal pengaduan yang memudahkan masyarakat. Di antaranya melalui aplikasi JAKI, Siaga 112, hingga pos pengaduan kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Khusus untuk pos pengaduan, kata Iin, saat ini jumlahnya sudah mencapai 44 pos dan tersebar di setiap kecamatan se-Jakarta. Dia menambahkan, Pemprov DKI pun bekerja sama dengan seluruh komponen pentahelix untuk terus meningkatkan konsep layanan publik yang semakin dekat dan cepat, transparan, akuntabel, dan secara integrasi.
"Kami melakukan sosialisasi, menjalin komunikasi dengan berbagai LSM dan LBH, setiap pemerhati perempuan dan anak. Termasuk pengelola moda transportasi untuk memberikan sosialisasi kepada penumpang, dan kemudian juga dengan tempat-tempat yang di ruang publik, yang kita harapkan ruang ini menjadi aman dan nyaman buat perempuan," pungkasnya.
Berani Melapor
Sebelumnya, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Ali Maulana Hakim meminta warga dan korban tindak kekerasan pada perempuan dan anak, untuk tidak ragu dan takut membuat laporan kepada pihak berwajib maupun pihak terkait dengan terkait peristiwa itu.
"Yang masalah dasar sebenarnya, warga masih ragu untuk mengadu dan melaporkan jika menjadi korban kekerasan. Itu tidak boleh, masyarakat harus berani mengeluarkan suara jika menjadi korban," tuturnya.
Menurut Ali, ada beberapa alasan masyarakat ragu untuk membuat laporan, antara lain merasa takut pelaku balas dendam atau takut dengan proses hukum yang panjang dan melelahkan.
Lalu, masyarakat seringkali merasa malu menjadi korban kekerasan dan memikirkan banyaknya stigma negatif yang melekat pada korban kekerasan. Seperti anggapan, mereka sumber masalah atau tidak layak mendapatkan perlindungan.
Kemudian, masyarakat tidak mengetahui prosedur pelaporan atau layanan yang tersedia untuk korban kekerasan. "Semua harus dibuka dan membuka kasus kekerasan tidak mudah, karena ini aib. Tentunya prosesnya, kita betul-betul semuanya diam-diam untuk menjaga nama baik anak dan orang tuanya," ujar Ali.
Selain itu, Ali meminta masyarakat untuk bisa lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Jika ditemukan adanya kecurigaan terhadap tetangga, maka harus segera dicegah dan dilaporkan ke pihak berwajib.
"Masyarakat harus punya rasa peduli terhadap warga, keluarga, tetangga, lingkungan sekitarnya. Apabila terjadi tanda-tanda kekerasan perempuan dan anak, harus bisa mencegah, minimal melaporkan segera," ucap Ali.
Ali berharap, kasus kekerasan di Jakarta bisa berkurang dengan partisipasi masyarakat baik di tingkat RT, RW, kelurahan dan kecamatan. "Saya minta ke seluruh masyarakat Jakarta untuk bisa turut memperhatikan kejadian kekerasan perempuan dan anak di lingkungan sekitar, kita semua punya tanggung jawab masing-masing," kata Ali.
Berdasarkan laman Dinas Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, layanan kasus kekerasan perempuan dan anak bisa diakses secara gratis bagi warga Jakarta ataupun bukan warga DKI Jakarta yang mengalami kekerasan di wilayah Jakarta.
Layanan pengaduan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan melalui Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Layanan tersebut mencakup pendampingan, kesehatan, psikologis, hukum dan rujukan.
Terdapat dua petugas layanan di setiap pos pengaduan yang terdiri dari petugas yang memberikan bimbingan konseling (konselor) dan edukasi hukum (paralegal). Petugas tersebut bertugas menerima pengaduan kekerasan dan melakukan asesmen awal kepada perempuan dan anak korban kekerasan.
Adapun pos pengaduan kekerasan perempuan dan anak di Jakarta hadir di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang tersebar di lima wilayah kota administrasi dan Kepulauan Seribu. Total terdapat 44 pos pengaduan yang kini tersebar di setiap kecamatan, DKI Jakarta.
Tinggalkan Komentar
Komentar