periskop.id - Rupiah pada Jumat (7/11) ditutup menguat 16 poin ke level Rp16.701 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat menguat 15 poin dari penutupan Kamis di level Rp16.717. Penguatan rupiah terjadi di tengah melemahnya indeks dolar AS yang tercatat pada Kamis (6/11/2025).
"Rupiah hari ini terlihat menguat seiring pelemahan dolar, tetapi pergerakannya masih akan fluktuatif karena sentimen eksternal dan internal saling mempengaruhi," ujar Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas sekaligus Direktur PT Traze Andalan Futures, Ibrahim Assuaibi, Sabtu (8/11).
Dari sisi eksternal, pasar tengah mencermati spekulasi bahwa The Fed tidak akan menurunkan suku bunga pada Desember 2025. Ketua The Fed, Jerome Powell, memperingatkan bahwa pemangkasan suku bunga tidak bisa dianggap pasti. Data ekonomi swasta AS yang kuat, seperti angka ketenagakerjaan non pertanian ADP yang melampaui perkiraan dan indeks manajer pembelian yang tetap tinggi, juga menopang dolar.
Para pelaku pasar menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap peluang pemangkasan suku bunga pada Desember menjadi 59,3%, turun dari 70,3% sehari sebelumnya menurut CME Fedwatch. Hal ini menandakan keyakinan pasar bahwa ekonomi AS tetap solid meski penutupan pemerintah berlangsung lebih dari sebulan.
Di sisi lain, Departemen Perhubungan AS berencana memangkas hingga 10% jadwal penerbangan di 40 bandara sibuk mulai Jumat ini akibat kekurangan pengontrol lalu lintas udara dan staf keamanan TSA yang bekerja tanpa bayaran. Sekitar 13.000 pengontrol dan 50.000 agen keamanan terdampak langsung dari penutupan pemerintah AS yang memasuki hari ke-36.
Sementara itu, dari sisi domestik, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Redenominasi Rupiah. Rencana ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No.70/2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Targetnya, pembahasan RUU dapat rampung pada 2026 jika tidak ada kendala.
Redenominasi rupiah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perekonomian, menjaga kesinambungan perkembangan ekonomi, mempertahankan stabilitas nilai rupiah, dan meningkatkan kredibilitas mata uang nasional. Mekanismenya antara lain dengan menyederhanakan nominal rupiah, seperti mengubah Rp1.000 menjadi Rp1.
"Isu redenominasi memang sudah lama, tapi kini pemerintah menyiapkan kerangka regulasi yang lebih matang," kata Ibrahim.
Rencana ini sejatinya bukan hal baru. Pada 2023, pemerintah menilai redenominasi belum bisa diterapkan segera karena kondisi ekonomi yang belum stabil. Dengan rencana terbaru, pemerintah berharap proses penyederhanaan rupiah dapat berjalan lebih terstruktur dan mendukung daya saing ekonomi nasional.
Tinggalkan Komentar
Komentar