periskop.id - Mata uang rupiah ditutup melemah tipis pada perdagangan sore ini, Kamis 20 November 2025. Rupiah turun 26 poin ke level Rp16.734 per dolar AS, setelah sempat anjlok 40 poin dari penutupan sebelumnya di Rp16.708.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, pelemahan rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal, khususnya perkembangan kebijakan moneter di Amerika Serikat.

“Skeptisisme di kalangan pejabat Federal Reserve mengenai pemangkasan suku bunga berikutnya membuat pasar menahan ekspektasi pelonggaran lebih lanjut,” ujar Ibrahim, Kamis (20/11).

Selanjutnya, Rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif pada perdagangan besok, Jumat 21 November 2025. Rupiah diperkirakan berada di rentang Rp16.730 hingga Rp16.790.

Beberapa sentimen yang memperngaruhi pergrakan Rupain, antara lain notulen rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Oktober menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat Fed menilai penurunan suku bunga lebih lanjut mungkin tepat seiring waktu. Namun beberapa menilai penurunan pada Desember tidak tepat.

“Hal ini memunculkan ketidakpastian di pasar,” kata Ibrahim.

Fokus pasar hari ini juga tertuju pada laporan ketenagakerjaan AS bulan September yang tertunda. Para ekonom memperkirakan jumlah tenaga kerja meningkat sekitar 50 ribu, naik dari 22 ribu pada Agustus. Angka yang lebih rendah dari perkiraan dapat mengubah ekspektasi pelonggaran suku bunga lebih lanjut secara cepat.

Selain itu, laporan pekan ini menyebutkan adanya pembicaraan antara pejabat AS dan Rusia untuk menyusun proposal perdamaian di Ukraina.

Di sisi domestik, Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan 2025 berada dalam kisaran surplus 0,1% hingga defisit 0,7% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Fundamental eksternal Indonesia tetap terjaga meski ada dinamika global,” kata Ibrahim.

Neraca pembayaran Indonesia sepanjang tahun ini diproyeksikan tetap kuat, didukung defisit transaksi berjalan yang rendah dan aliran modal asing yang meningkat. Pada kuartal III-2025, transaksi berjalan diperkirakan surplus berkat kenaikan ekspor nonmigas, termasuk minyak kelapa sawit ke India, logam mulia ke Swiss, dan batu bara ke Tiongkok.

Meski investasi portofolio sempat mengalami net outflows akibat ketidakpastian global, kondisi mulai membaik pada kuartal IV-2025. Hingga 17 November, tercatat net inflow USD1,8 miliar, terutama dari aliran modal ke pasar saham.

Posisi cadangan devisa Indonesia juga meningkat menjadi USD149,9 miliar pada akhir Oktober 2025, cukup untuk membiayai 6,2 bulan impor atau pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar internasional tiga bulan impor.

“Cadangan devisa yang kuat memberikan bantalan bagi rupiah, sehingga pelemahan hari ini lebih bersifat teknikal dan dipengaruhi sentimen eksternal,” pungkas Ibrahim.