Periskop.id - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital tengah mengkaji wacana pembatasan kepemilikan akun media sosial (medsos). Wacana ini diusulkan untuk mengatasi maraknya penipuan, hoaks, dan penyalahgunaan akun ganda di ruang digital.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyatakan bahwa kajian ini merupakan bagian dari program Satu Data Indonesia.
"Kita lagi review itu karena itu terkait juga dengan program Satu Data Indonesia," kata Nezar saat ditemui di Jakarta Selatan, dilansir oleh Antara, Senin (15/9).
Nezar menjelaskan, kepemilikan satu orang satu akun medsos dapat menjadi solusi efektif untuk memperkecil celah kejahatan daring.
"Itu (usulan satu orang satu akun) salah satu solusi dan kita lagi kaji sekian opsi yang intinya adalah untuk semakin memperkecil upaya-upaya scamming (penipuan daring) misalnya ya di dunia online kita dan juga untuk memudahkan pengawasan kita terhadap misinformasi, hoaks, dan lain-lain," ujarnya.
Dukungan dari DPR dan Opsi Pengendalian Kartu SIM
Usulan ini mendapat dukungan dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota Komisi I DPR, Oleh Soleh, menyebutkan bahwa akun ganda di berbagai platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok sangat merusak dan sering disalahgunakan.
"Baik di YouTube, di Instagram, di TikTok, akun ganda ini kan sangat-sangat merusak. Akun ganda ini kan pada akhirnya disalahgunakan. Pada akhirnya, bukan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bagi pemakai yang asli tentunya," kata Oleh.
Senada dengan itu, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR, Bambang Haryadi, menekankan perlunya akuntabilitas di media sosial. Ia menyinggung fenomena akun anonim dan buzzer yang sering memprovokasi isu-isu tertentu.
"Kita kan paham bahwa era media sosial ini sangat sedikit brutal ya, kadang isu yang belum pas, kadang dimakan dengan digoreng sedemikian rupa hingga membawa pengaruh kepada kelompok-kelompok yang sebenarnya kelompok-kelompok rasional," terangnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyambut baik wacana ini namun mengusulkan pendekatan yang berbeda, yaitu melalui pengendalian kartu SIM. Sarmuji menilai, pengendalian di hulu akan lebih efektif dalam mendeteksi pemilik akun yang sebenarnya.
"Itu usulan yang bisa dikaji. Tapi sebenarnya yang lebih baik adalah pengendalian di hulu, yaitu di SIM card-nya. Tujuannya untuk lebih mudah mendeteksi siapa pemilik akunnya,” kata Sarmuji seperti dikutip oleh Antara, Selasa (16/9).
Ia menambahkan, pembatasan akun tetap penting, namun dapat disiasati agar satu orang tetap bisa memiliki akun berbeda untuk keperluan personal dan bisnis, asalkan tetap terhubung dengan satu identitas yang sama.
Menurut Sarmuji, pendekatan melalui kartu SIM akan lebih realistis dan tidak menimbulkan resistensi berlebihan karena dianggap lebih bersifat administratif.
"Kalau langsung membatasi akun, orang bisa menilai itu membatasi kebebasan berpendapat. Tapi kalau pengendalian dilakukan lewat SIM card, sifatnya lebih administratif, lebih mudah dipahami logikanya, dan justru memperkuat tanggung jawab di dunia digital," jelasnya, sembari menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara keamanan digital dan hak-hak warga negara.
Tinggalkan Komentar
Komentar