periskop.id - Isu ijazah Gibran kembali menjadi sorotan publik setelah Subhan Palal, advokat yang maju sebagai warga negara, mengajukan gugatan hukum terkait dugaan tidak adanya ijazah resmi yang dimiliki Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.
Gugatan ini memicu perdebatan luas, terutama karena menyentuh aspek legalitas pencalonan Gibran dalam kontestasi politik nasional. Subhan menilai, publik berhak mengetahui keabsahan dokumen pendidikan seorang pejabat tinggi negara.
Kasus ini bermula ketika Subhan Palal mendaftarkan gugatan ke pengadilan, menuntut klarifikasi dan pembuktian atas keberadaan ijazah Gibran.
Ia berargumen bahwa transparansi dokumen pendidikan adalah bagian dari akuntabilitas publik. Meski pihak Gibran belum memberikan pernyataan detail, isu ini telah memancing diskusi di media sosial dan forum politik, memperkuat sorotan terhadap rekam jejak akademiknya.
Gibran lahir di Surakarta pada 1 Oktober 1987. Mengutip berbagai sumber, riwayat pendidikannya dimulai di SD Negeri 16 Mangkubumen Kidul (1993–1999), dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Surakarta (1999–2002).
Setelah itu, ia menempuh pendidikan setara SMA di luar negeri, yakni di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004). Langkah ini menjadi salah satu titik yang kini dipersoalkan, karena tidak melalui sekolah menengah di bawah hukum Indonesia.
Selepas Singapura, Gibran melanjutkan ke UTS Insearch, Sydney, Australia (2004–2007), sebuah program persiapan menuju University of Technology Sydney. Ia kemudian mengambil studi di Management Development Institute of Singapore (MDIS) yang bekerja sama dengan University of Bradford, Inggris (2007–2009).
Subhan mendasarkan gugatannya pada Pasal 169 huruf (r) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Menurut Subhan, pendidikan Gibran di Orchid Park Secondary School (Singapura, 2002–2004) dan UTS Insearch (Sydney, 2004–2007) tidak memenuhi definisi “SMA atau sederajat” yang dimaksud UU Pemilu.
Dalam konteks hukum, pembuktian ijazah menjadi penting untuk memastikan bahwa persyaratan administratif pencalonan pejabat publik terpenuhi. Dalam konteks politik, isu ini berpotensi memengaruhi persepsi publik terhadap integritas dan kredibilitas seorang pemimpin.
Pada tahun 2024 isu soal ijazah Gibran juga sempat ramai diperbincangkan dalam bentuk opini dan spekulasi menjelang dan sesudah Pilpres 2024. Namun, baru kali ini akhirnya soal ijazah Gibran ini mencapai level baru hingga pada gugatan resmi yang diajukan oleh pihak tertentu.
Tinggalkan Komentar
Komentar