periskop.id - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa beredarnya hoaks terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus segera diluruskan. Menurutnya, sejumlah informasi yang beredar di media sosial tidak sesuai dengan substansi pasal-pasal yang telah disahkan dalam revisi KUHAP.

Dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Selasa (18/11), Habiburokhman menyampaikan klarifikasi atas empat isu utama yang kerap dijadikan bahan hoaks. Ia menekankan bahwa KUHAP baru justru memperkuat prinsip kehati-hatian dan perlindungan hak warga negara.

“Kami perlu sampaikan bahwa hal ihwal penyadapan tidak diatur dalam KUHAP. Itu akan diatur dalam undang-undang tersendiri yang membahas soal penyadapan,” ujar Habiburokhman. Pernyataan ini sekaligus membantah isu bahwa polisi bisa menyadap tanpa izin hakim.

Ia menambahkan, hampir semua fraksi di Komisi III DPR sepakat bahwa penyadapan harus diatur secara ketat. “Sejauh ini, lintas fraksi menginginkan penyadapan dilakukan dengan sangat hati-hati dan harus dengan izin Ketua Pengadilan,” tegasnya.

Hoaks kedua yang beredar menyebut polisi dapat membekukan tabungan dan rekening online secara sepihak. Habiburokhman menegaskan hal itu tidak benar. 

“Menurut Pasal 139 Ayat 2 KUHAP baru, semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive, dan lain sebagainya harus dilakukan dengan izin hakim pengadilan,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa mekanisme pemblokiran rekening tidak bisa dilakukan sembarangan. Proses tersebut harus melalui prosedur hukum yang jelas dan mendapat persetujuan pengadilan.

Hoaks ketiga menyebut polisi bisa mengambil HP, laptop, dan data elektronik warga tanpa izin. 

“Pasal 44 KUHAP baru menyatakan bahwa semua bentuk penyitaan harus dengan izin Ketua Pengadilan Negeri. Jadi tidak benar jika disebut polisi bisa menyita seenaknya,” katanya.

Menurutnya, aturan ini dibuat untuk memastikan bahwa penyitaan barang bukti elektronik tetap berada dalam koridor hukum dan tidak melanggar hak privasi masyarakat.

Hoaks keempat yang beredar adalah tudingan bahwa polisi bisa menangkap, menggeledah, dan menahan seseorang tanpa konfirmasi tindak pidana. Habiburokhman menegaskan hal itu juga tidak benar. 

“Pasal 93 dan Pasal 99 KUHAP baru menegaskan penangkapan, penahanan, dan penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berdasarkan minimal dua alat bukti,” ujarnya.

Ia menambahkan, KUHAP baru justru memperjelas mekanisme penahanan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. 

“Penahanan nanti diatur lebih rinci, sehingga tidak ada ruang bagi aparat untuk bertindak sewenang-wenang,” kata Habiburokhman.

Habiburokhman menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen DPR RI untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.